LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Penyuluh Pajak, Harapan Masa Depan Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 26 Oktober 2020 | 10.50 WIB
ddtc-loaderPenyuluh Pajak, Harapan Masa Depan Pajak

Pinurba Anandita,

Kendal, Jawa Tengah

SALAH satu pilar reformasi perpajakan adalah pengadaan struktur organisasi yang ideal yang memperhatikan karakteritik organisasi dan rentang kendali. Reformasi perpajakan adalah gagasan besar Ditjen Pajak (DJP) yang tidak akan pernah berakhir dan terus mengalami penyempurnaan.

Juni lalu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menerbitkan Permenpan RB No 49 Tahun 2020 tentang jabatan fungsional penyuluh pajak. Aturan ini sekaligus menandai dimulainya era baru penyelenggaraan penyuluhan pajak.

Penyuluhan pajak sebetulnya bukan hal baru dalam dunia perpajakan. Pada 2013 ada Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-03/2013 tentang Pedoman Penyuluhan Perpajakan. Pada era ini, penyuluh pajak pada Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ditetapkan melalui tim, bukan jabatan.

Pengaturan tersebut dapat berimplikasi bahwa penyuluhan menempati urgensi kedua di belakang pekerjaan rutin, bahkan bisa jadi menempati urutan kesekian mengingat banyak pekerjaan ad-hoc lainnya. Lalu, mengapa penyuluhan perpajakan penting? Paling tidak ada 4 alasan.

Pertama, pajak merupakan sesuatu yang dinamis, banyak peraturan yang sangat mudah berubah bahkan dalam hitungan bulan, misalnya peraturan insentif perpajakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19.

Peraturan awal diundangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 28/2020, kemudian PMK 44/2020, diubah lagi menjadi PMK 86/2020, dan yang terbaru PMK 110. Ada empat buah peraturan dibuat dalam satu tahun pada lingkup situasi yang sama.

Kedua, keadaan yang cepat berubah. Tenaga penyuluh harus peka terhadap perubahan. Adakalanya pajak belum seresponsif perubahan dunia, terutama laju informasi dunia digital yang begitu cepat. Komunikasi yang adaptif menjadikan pajak selalu relevan.

Teknik riding the wave khas media sosial DJP patut dicontoh oleh seluruh tenaga penyuluh. Baru-baru ini misalnya, DJP menyampaikan pesan pajak melalui karikatur dari adaptasi film Tilik, dan permainan populer Among Us.

Ketiga, tax ratio Indonesia yang masih rendah yaitu berkisar 10%-11%menandakan basis perpajakan masih rendah dan atau banyak potensi perpajakan yang belum tergali. Dengan adanya penyuluh pajak, maka diharapkan basis perpajakan dapat diperluas.

Penempatan penyuluh pajak pada level KPP diharapkan menyebarkan informasi pajak sampai level kecamatan, dan daerah terpencil. Serta, bagi wajib pajak efektif dapat memberikan pemahaman dan ketrampilan demi meningkatkan kepatuhan yang berhubungan erat dengan penerimaan.

Keempat, penciptaan generasi masa depan sadar pajak. Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan satu d iantara empat penduduk Indonesia adalah pemuda (24,01%), dan di antara angka tersebut atau sebanyak 61% berusia 16-24 tahun.

Hal ini penting untuk keberlanjutan penerimaan pajak. Pada  masa depan diharapkan upaya edukasi perpajakan tidak lagi dimulai dari nol, karena sudah teredukasi sejak dini. Usaha menggaet kesadaran generasi muda memang seharusnya dipikul oleh tenaga khusus.

Sebab, untuk memasukan muatan pajak ke kurikulum pengajaran (inklusi) dari SD sampai kuliah perlu tenaga dan dedikasi ekstra. Apalagi pendidikan formal menjadi ranah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan DJP.

Strategi Penyuluhan
PADA umumnya kunci penyuluhan yaitu adanya perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang terukur dan terstruktur serta berkesinambungan. Namun, beberapa yang menjadi kunci adalah, pertama, keterlibatan dengan coretax system.

Sistem inti perpajakan yang mutakhir dan akurat akan sangat membantu para penyuluh pajak dalam memetakan target audiens, sehingga materi dan pendekatan penyuluhan yang disampaikan dapat lebih tepat sasaran.

Misalnya, penyuluhan dalam rangka wajib pajak baru, maka akan lebih banyak edukasi tentang hak dan kewajiban perpajakan terutama pemenuhan kewajiban yang terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23/2018 yaitu pajak final UMKM 0,5%.

Kedua, teknik penyampaian penyuluhan. Misalnya dalam menyasar target audiens generasi muda (Y dan Z), maka diperlukan materi yang lebih ringkas dan interaktif. Mengingat daya konsentrasi pada generasi ini hanya 10 menit (Robertus Budi, 2018).

Karena itu, tidak seharusnya menyodorkan peraturan kepada generasi ini, apalagi bagi mereka yang tidak sekolah pajak. Penyuluh dibutuhkan bukan hanya yang dapat memahami aturan, tetapi mampu menyajikan bahan paparan lebih menarik dan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan.

Ketiga, sarana pendukung. Masa pandemi mengubah seluruh tatanan kehidupan, termasuk metode pembelajaran. Bahasa tubuh yang atraktif, dinamisasi kelas, gerak dan lagu, tidak dapat lagi dilakukan tenaga penyuluh jika penyuluhan dilakukan secara daring.

Sebagai gantinya, tenaga penyuluh diharapkan mampu menyampaikan materi dengan menarik melalui bahan paparan, foto, video, atau desain. Karena itu, menjadi hal penting pembekalan tenaga penyuluh dengan kemampuan desain komunikasi visual dasar.

Selain itu, tersedianya video konferensi zoom misalnya, harus dikuasai. Tenaga penyuluh diharapkan dapat memanfaatkan fitur digital seperti raise hand, polling, virtual background, spotlight video, share screen, dan lainnya sehingga audiens tidak merasa bosan. Di dunia digital, visual is the key.

Terakhir, tenaga penyuluh harus selalu menjunjung nilai integritas. Menjaga kepercayaan para pemangku kepentingan adalah isu utama. Ujung tombak DJP kembali diperkuat, tenaga penyuluh yang bagian dari reformasi perpajakan, harus siap menjawab tantangan dan harapan masyarakat.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.