PADA 2021, pemerintah Kanada mengumumkan kebijakan $10-a-Day Child Care. Tak butuh waktu lama, dampaknya langsung terasa. Hingga akhir 2022, biaya penitipan anak (childcare) turun hampir separuh dengan target stabil di kisaran $10 per hari pada 2026.
Selain menekan biaya, kebijakan tersebut membuat jumlah tempat penitipan anak meningkat. Awal 2025, sudah ada tambahan 150.000 childcare, naik 27% dari 2021. Ekspansi ini terwujud berkat kolaborasi pemerintah federal dan provinsi yang menegaskan bahwa childcare dipandang sebagai investasi strategis (Government of Canada, 2025).
Lebih dari sekadar kebijakan sosial, penyediaan childcare murah dan berkualitas juga menjadi strategi memperkuat kesetaraan gender. Banyak ibu yang sebelumnya mundur dari pasar kerja kini dapat kembali bekerja sehingga mendukung produktivitas ekonomi nasional.
Menurut laporan terbaru Jim Stanford dari Centre for Future Work, dampak ekonomi program $10-a-Day di Kanada cukup signifikan. Beberapa manfaat utama yang dicatat oleh Stanford antara lain terciptanya 40.000 lapangan kerja baru di sektor pengasuhan anak.
Kemudian, peningkatan pendapatan tahunan sektor childcare menjadi sekitar US$8 miliar pada 2024. Lalu, tambahan sekitar 110.000 tenaga kerja perempuan baru, serta kontribusi terhadap pertumbuhan PDB nasional sekitar +1% sejak 2019 (Stanford, 2024).
Tak hanya itu, ekspansi layanan childcare juga menambah penerimaan pajak pemerintah federal dan provinsi, baik dari pajak penghasilan maupun pajak perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa investasi besar awal pemerintah dalam subsidi childcare tidak sia-sia.
Bisa dikatakan, penurunan biaya childcare terbukti menjadi katalis penting bagi keterlibatan tenaga kerja, terutama di kalangan ibu muda yang sebelumnya harus menunda atau bahkan meninggalkan karier karena tingginya biaya penitipan anak.
Dengan fasilitas yang murah dan terjangkau, lebih banyak keluarga merasa mampu menyeimbangkan kebutuhan rumah tangga dengan pekerjaan. Dampaknya bukan hanya peningkatan jumlah tenaga kerja, tetapi juga bertambahnya jam kerja efektif karena orang tua tidak lagi terhambat oleh keterbatasan akses childcare (Stanford, 2024).
Selain mendorong partisipasi kerja, daya beli rumah tangga pun ikut terdongkrak. Uang yang sebelumnya habis untuk membayar chilldcare kini dapat dialihkan untuk kebutuhan lain, mulai dari konsumsi sehari-hari, pendidikan anak, hingga tabungan masa depan.
Pergeseran alokasi pengeluaran ini berperan meningkatkan permintaan barang dan jasa di pasar domestik, yang pada gilirannya memperkuat aktivitas ekonomi secara menyeluruh. Efek berantai dari kebijakan ini menunjukkan bahwa subsidi childcare sejatinya tidak hanya membantu individu, tetapi juga menciptakan stimulus ekonomi yang lebih luas.
Dalam jangka panjang, manfaat itu memperbesar basis pajak negara. Lebih banyak orang tua yang bekerja berarti lebih banyak pendapatan yang dapat dikenai pajak penghasilan, sedangkan kenaikan konsumsi akan memperluas penerimaan pajak tidak langsung, seperti PPN.
Dengan kata lain, program penitipan anak terjangkau di Kanada menghadirkan skema yang saling menguntungkan. Di satu sisi mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan peningkatan PDB, di sisi lain memperkuat penerimaan perpajakan tanpa menaikkan tarif.
Pemerintah Kanada juga menerapkan mekanisme pengurangan pajak melalui Child Care Expense Deduction (Line 21400). Pengeluaran penitipan anak yang memenuhi syarat—yakni yang diperlukan agar orang tua dapat bekerja, menuntut ilmu, atau melakukan riset—dapat menjadi pengurang penghasilan kena pajak.
Batas tahunan pengurangan ini bervariasi berdasarkan usia dan kebutuhan anak, yakni sekitar C$8.000 per anak di bawah 7 tahun, C$5.000 untuk anak usia 7–16 tahun, dan C$11.000 untuk anak berkebutuhan khusus.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Saat ini, partisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia relatif rendah ketimbang potensinya. Padahal, dalam kajian World Bank, peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan berpotensi menghasilkan kenaikan ekonomi yang signifikan.
Selain itu, World Bank mencatat anggaran publik untuk layanan pengasuhan anak di Indonesia masih sangat kecil, sekitar 0,04% dari PDB. Dalam simulasinya, belanja publik untuk pengasuhan anak setidaknya perlu dinaikkan ke kisaran 0,1–0,5% dari PDB agar dapat berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta partisipasi kerja perempuan (O’Donnell, 2023).
Untuk meraih manfaat serupa, Indonesia dapat menurunkan biaya perawatan anak melalui 2 langkah utama. Pertama, menambah anggaran untuk layanan penitipan anak berkualitas sehingga orang tua membayar lebih murah.
Secara umum, perkiraan biaya penitipan anak di beberapa kota besar antara lain: Jakarta: Rp2,0 juta– Rp5,0 juta per bulan; Bandung: Rp1,5 juta – Rp3,5 juta; Surabaya: Rp1,8 juta – Rp4,0 juta; Bekasi: Rp1,5 juta – Rp3,0 juta; dan Medan: Rp1,2 juta– Rp3,0 juta.
Biaya tersebut bisa lebih tinggi jika childcare memiliki program khusus seperti bilingual learning, kegiatan ekstrakurikuler, atau terapi khusus untuk anak dengan kebutuhan khusus (Asysyams, 2025).
Kedua, memanfaatkan insentif pajak bagi keluarga, baik berupa potongan pajak, kredit pajak yang bisa dikembalikan sebagai uang tunai, maupun subsidi langsung untuk biaya penitipan anak.
Kanada menyadari partisipasi perempuan di dunia kerja tidak akan maksimal jika beban pengasuhan anak sepenuhnya ditanggung sendiri. Karena itu, mereka memandang childcare sebagai prasyarat agar perempuan bisa bekerja penuh, dan wajar bila biaya perawatan anak diakui sebagai pengurang pajak.
Pendekatan tersebut menegaskan pengeluaran childcare bukan sekadar konsumsi pribadi, melainkan investasi sosial-ekonomi yang mendorong produktivitas dan penerimaan pajak di masa depan.
Sayang, sistem perpajakan Indonesia masih menempatkan fokus pada pengeluaran yang langsung terkait dengan penghasilan sehingga biaya penitipan anak tidak masuk kategori pengurang pajak.
Untuk itu, penulis meyakini biaya penitipan anak yang terjangkau dapat mendorong partisipasi kerja, memperluas basis pajak, sekaligus memperkuat daya beli rumah tangga. Selain itu, ini juga bisa menjadi investasi jangka panjang bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan penerimaan pajak di masa depan.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.