LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Penduduk Usia Produktif Meningkat, Sudahkah Mereka Melek Pajak?

Redaksi DDTCNews
Senin, 25 September 2023 | 10.03 WIB
ddtc-loaderPenduduk Usia Produktif Meningkat, Sudahkah Mereka Melek Pajak?

Bobby Andrizki,

  Bandung, Jawa Barat

INDONESIA dihadapkan pada era bonus demografi yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban sebuah negara. Bonus demografi sendiri adalah keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh penurunan rasio ketergantungan sebagai hasil turunnya fertilitas jangka panjang (Ratu Matahari dkk, 2019).

Artinya, bonus demografi terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif akan lebih banyak dari jumlah penduduk nonproduktif. Hal ini membawa sinyal positif bagi Indonesia untuk memanfaatkan kesempatan langka tersebut. Apalagi, Indonesia bervisi menjadi negara maju berpendapatan tinggi, sebagaimana dijabarkan dalam Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Visi Indonesia Emas 2045.

Pada 2020-2045 penduduk Indonesia akan didominasi oleh usia produktif (15-64 tahun) sebesar 70% dari jumlah penduduk Indonesia, sedangkan sisanya 30% merupakan penduduk yang tidak produktif. Jika sensus penduduk pada 2020 menunjukan bahwa jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 270,3 juta jiwa, pada 2040 angkanya diperkirakan akan melonjak menjadi 312,51 juta jiwa. Hal ini menyiratkan adanya pertumbuhan ekonomi jika bonus demografi berdampak positif bagi Indonesia.

Lantas, apakah peningkatan usia produktif berpengaruh terhadap jumlah penduduk yang melek pajak?

Sistem perpajakan di Indonesia mengenal tiga istilah, yakni self-assessment, official assessment, dan withholding assessment

Self-Assessment System 

Sistem ini memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Artinya, wajib pajak secara mandiri menghitung, memperhitungkan, membayarkan, dan melaporakan pajak terutangnya.  Namun, dibutuhkan pengawasan ekstra terhadap wajib pajak karena dimungkinkan terdapat wajib pajak yang menyetorkan pajaknya lebih kecil daripada seharusnya. 

Official Assessment System 

Sistem pemungutan pajak ini menitikberatkan pada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besaran pajak yang harus disetorkan oleh wajib pajak. Wajib pajak bersifat pasif dalam melakukan perhitungan besaran pajak sehingga nominal pajak yang terutang akan lebih akurat nilainya. Sistem pemungutan ini dapat dijumpai pada pungutan Pajak Bumi Bangunan (PBB) dan jenis pajak daerah lainnya.

Withholding Assessment System

Berbeda dengan dua sistem sebelumnya, sistem pemungutan ini memberikan wewenang pada pihak ketiga untuk menentukan besar kecilnya pajak terutang yang akan dibayarkan oleh wajib pajak. Pihak ketiga yang dimaksud adalah pemberi kerja yang bertugas memotong penghasilan karyawan untuk melakukan pembayaran pajak. Pihak ketiga tersebut akan membuat bukti potong pajak penghasilan yang dapat digunakan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan wajib pajak bersangkutan. 

Sistem perpajakan tersebut bertujuan untuk mempermudah wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, bukan untuk kepentingan penerimaan semata. Terlebih lagi, Ditjen Pajak (DJP) selaku lembaga yang ditunjuk untuk melaksanakan agenda reformasi perpajakan telah mempersiapkan program strategis yaitu implementasi core tax system yang dikenal juga dengan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP).

Langkah tersebut diharapkan bisa mempermudah wajib pajak dalam melaporkan dan menyetorkan pajak sehingga wajib pajak mampu berkontribusi bagi pembangunan di negeri ini. Jika usia produktif kian bertambah dan akses ke informasi perpajakan semakin mudah, tentunya angka usia produktif yang melek pajak akan makin banyak dan tersebar di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penerimaan negara dari sektor perpajakan menunjukan peningkatan dari 2018 hingga 2022. Pada 2018, penerimaan perpajakan tercatat senilai Rp1.518,7 triliun. Angkanya kemudian naik menjadi Rp1.546,1 triliun rupiah pada 2019.

Terdapat anomali pada 2020 akibat wabah Covid-19 yang mengganggu jalannya roda perekonomian Indonesia. Saat itu, kinerja perpajakan hanya menghasilkan penerimaan senilai Rp1.285,1 triliun. Pasca-Covid-19, penerimaan perpajakan pada 2021 mengalami kenaikan sebesar 20,44%, yakni menjadi Rp1.547,8 triliun. Kinerja perpajakan terus mengalami kenaikan hingga pada 2022 mencatatkan penerimaan senilai Rp1.924,9 triliun. 

Meningkatnya penerimaan dari sektor perpajakan ternyata diiringi juga dengan peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar NPWP selama 5 tahun terakhir. Pada 2018, penduduk Indonesia yang memiliki NPWP berjumlah 42,57 juta wajib pajak. Kemudian, secara berturut-turut angkanya mengalami peningkatan, yakni sebanyak 45,93 juta pada 2019 dan 49,84 juta pada 2020.

Terdapat lonjakan jumlah wajib pajak terdaftar NPWP yang cukup signifikan pada 2021, yakni sebesar 33,12%, sehingga menyebabkan jumlah terdaftar NPWP meningkat hingga 66,35 juta wajib pajak. Pada 2022 jumlah wajib pajak juga mengalami peningkatan menjadi 70,15 juta (Kementerian Keuangan, 2022). 

Berdasarkan data DJP, rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan pada 2018 mencapai 71,1%. Pada 2019, angka kepatuhan pelaporan pajak meningkat di angka 73,06%. Pada 2020 tren kepatuhan pelaporan SPT Tahunan juga masih mengalami peningkatan, yakni mencapai 77,63% meskipun Covid-19 melanda Indonesia. Berlanjut, kepatuhan pelaporan SPT Tahunan masih meningkat pada 2021, dengan angka 84,07%.

Walaupun terjadi penurunan jumlah kepatuhan pelaporan SPT Tahunan pada 2022, yakni sebesar 83,2%, tetapi tren kepatuhan wajib pajak akan pelaporan SPT Tahunan tetap meningkat.

Jika melek pajak dapat digambarkan sebagai peningkatan tax ratio di Indonesia, faktor yang dapat memengaruhi seperti rasio kepatuhan penyampaian SPT Tahunan, jumlah wajib pajak terdaftar NPWP, dan penerimaan negara di sektor pajak merupakan indikator penting dalam menentukan hal tersebut.

Usia produktif yang meningkat diharapkan mampu ikut mendongkrak produktivitas kerja masyarakat sehingga tercapainya perluasan lapangan kerja merupakan hal yang mungkin dicapai dalam masa bonus demografi hingga tahun 2045. Perlu ada kerja keras pemerintah agar bonus demografi memberikan dampak positif bagi negara Indonesia, dan bukan sebaliknya.

Kesadaran akan pentingnya pembayaran pajak harus terus diyakinkan oleh pemerintah melalui serangkaian kebijakan. Tujuannya, meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pajak dan memperluas masyarakat yang melek pajak di era bonus demografi nanti. Muaranya, diharapkan bisa berimbas positif bagi perekonomian Indonesia. (sap)

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

Baca artikel-artikel menarik terkait dengan pajak dan politik di laman khusus Pakpol DDTCNews: Suaramu, Pajakmu.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.