REVOLUSI industri 4.0 dan perkembangan teknologi telah berlangsung dengan pesat yang mengindikasikan bahwa Indonesia harus siap menghadapi berbagai tantangan perekonomian, pendidikan, kebudayaan hingga sosial di kancah dunia.
Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi masa kini yang dilakukan secara meluas, didukung dengan mudah dan murahnya konektivitas melalui jaringan internet, mampu mendekatkan masyarakat Indonesia pada konteks pekembangan dunia dan sosial secara menyeluruh, tak terkecuali aspek perpajakan.
Sejarah perpajakan di Indonesia menjadi saksi perjuangan dan kepedulian bangsa Indonesia terhadap tanah air ini. Berbagai sistem perpajakan dan jenis-jenis pajak yang diterapkan di Indonesia telah mengalami berbagai macam percobaan yang membuahkan berbagai macam hasil.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), di bawah naungan Kementerian Keuangan, telah melakukan serangkaian program yang mampu mendukung perpajakan di Indonesia semakin baik salah satunya dengan melakukan reformasi perpajakan disegala bidang dan aspek.
Reformasi perpajakan merupakan proses perubahan sistem perpajakan secara signifikan dan komprehensif berupa pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi perpajakan, dan peningkatan basis perpajakan.
Akhir tahun 1983 merupakan tonggak reformasi perpajakan di Indonesia yang diawali dengan berbagai reformasi perpajakan secara global pada tahun 1980-an, seperti Amerika Serikat dengan membuat Tax Reform Act, Jepang dan Australia yang mengubah sistem pajak dan peraturan perundang-undangannya, negara-negara di benua Eropa dengan perubahan substansi perpajakannya, serta reformasi lainnya di negara-negara lain di dunia.
Beragam bentuk dari reformasi perpajakan di Indonesia ini telah dilaksanakan seperti mengubah lapisan penghasilan kena pajak, mengubah nominal Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), menambah atau mengurangi tarif pajak, hingga melakukan serangkaian program-program yang bersifat administratif dan non administratif dalam rangka menggiatkan penerimaan pajak negara.
Selain Revolusi Industri 4.0 dan perkembangan teknologi yang pesat, pesta demokrasi 2019 telah ingar bingar dirasakan oleh rakyat Indonesia dalam mempersiapkan pilihan presiden dan wakil presiden bagi negeri ini. Capres dan cawapres saling berlomba dalam memenangkan hati masyarakat dengan berbagai bentuk visi, misi, dan program-program yang mampu mendorong negeri ini menjadi semakin jaya dan mampu bersaing di kancah dunia.
Program reformasi perpajakan yang ditawarkan oleh kedua belah kubu, Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga, harus dipersiapkan dengan sangat matang. Fokus reformasi perpajakan yang ditawarkan haruslah jelas, tepat, realistis, dan mengarah pada tujuan penerimaan negara yang optimal.
Salah satu fokus utama dan krusial yang harus dihadapi Indonesia, khususnya DJP, dalam menghimpun penerimaan negara adalah proses bisnis dalam pembayaran dan pengadministrasian pajak. World Bank atau Bank Dunia telah melakukan survei, riset, dan penelitian dengan program bernama Ease of Doing Business (EoDB) yang menempatkan peringkat negara-negara di dunia dalam kemudahan untuk melakukan suatu bisnis, kegiatan, atau aktivitas seputar aspek layanan publik, pemerintahan, dan lain-lain.
Secara keseluruhan, skor kemudahan melakukan bisnis (EoDB) Indonesia berada pada peringkat 73 sedunia dengan skor 67,96 yang merupakan capaian di atas rata-rata skor negara-negara di Asia Timur dan Pasifik. Namun, peringkat EoDB terkait pembayaran pajak berada pada nomor 112 di dunia dengan capaian skor 68,03. Jika dibandingkan dengan Malaysia dan Filipina, skor pembayaran pajak (Paying Taxes Score) di Indonesia (Jakarta dan Surabaya) masih tertinggal poin sebesar 8,03 dan 3,77.
Namun jika dibandingkan dengan China, skor pembayaran pajak Indonesia unggul tipis sebesar 0,5 poin. Jika ditinjau dari penghitungan kualitas, skor pembayaran pajak berada pada angka 68,82, skor yang lebih unggul di atas rata-rata skor negara-negara di Asia Timur dan Pasifik.
Dengan latar belakang Indonesia yang memperoleh predikat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di tahun 2018, mencerminkan bahwa Indonesia adalah negara yang memiki pertumbuhan potensi perpajakan yang semakin besar.
EoDB of Tax Payment merupakan salah satu indikator yang dapat dioptimalkan pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak dengan menumbuhkan dan membangun kepercayaan (trust), kesadaran (consciousness), dan pemahaman masyarakat terhadap perpajakan di tanah air.
Pemanfaatan teknologi masa kini telah melahirkan produk-produk kemudahan perpajakan seperti e-faktur, e-filing, e-billing, e-form, dan sebagainya. Lantas apa yang perlu ditingkatkan? Sumber daya manusia yang berkualitas, proses bisnis yang efisien dan efektif, regulasi dan penegakan hukum, perlindungan stakeholder dan fiskus, serta perbaikan aspek-aspek perpajakan lainnya adalah PR besar bagi capres dan cawapres pilihan rakyat nanti.
Reformasi kemudahan bisnis dalam melakukan pembayaran dan pengadministrasian perpajakan secara tidak langsung akan mampu meningkatkan tax ratio di Indonesia melalui beragam program perubahan dan perbaikan yang dilakukan secara terus menerus demi mencapai proses penerimaan pajak yang kompeten dan bersih dari unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Rakyat diharapkan dapat secara teliti, sadar, dan cerdas dalam memilih setiap pilihan capres dan cawapres nya nanti. Demikian, satu atau dua? Selamat memilih!*