PENGAMPUNAN pajak atau tax amnesty merupakan terobosan baru dalam pengamanan penerimaan pajak yang digalang oleh Kementerian Keuangan. Keberhasilan tax amnestysudah dirasakan dengan meningkatnya penerimaan pajak dengan sistem pengampunan pajak walaupun dalam pelaksanaannya belum terlalu optimal dan maksimal.
Tax amnesty sudah berlangsung dalam tiga periode. Periode pertama tax amnesty berlangsung dari 28 Juni-30 September 2016, dilanjutkan periode kedua yang mulai dari 1 Oktober-31 Desember 2016. Periode ketiga dan terakhir dari kebijakan ini berlangsung pada 1 Januari-31 Maret 2017.
Kebijakan tax amnesty ini adalah kesempatan bagi wajib pajak untuk membayar pajak dengan jumlah tertentu termasuk penghapusan bunga dan dendanya tanpa takut akan dipidana. Program tax amnesty dapat dikatakan berhasil dalam meningkatkan penerimaan pajak negara.
Wajib pajak pun mendapat keringan dalam mengikuti program tax amnesty ini seperti dihapuskannya sanksi administratif, ditiadakannya pemeriksaan pajak untuk penindakan dengan tujuan pidana, penghapusan segala pajak-pajak yang terutang, penghentian pemeriksaan pajak bagi yang sedang diperiksa, tidak dikenakannya PPh final untuk pengalihan harta berupa saham, bangunan, atau tanah.
Dengan kemudahan yang ditawarkan oleh program tax amnesty ini memberikan dampak yang baik dari segi partisipasi wajib pajak. Hal ini jika dilanjutkan dengan berkesinambungan akan membawa dampak yang signifikan terhadap penerimaan negara yang saat ini digunakan untuk pembangunan infrastruktur.
Akan teapi program tax amnesty ini sudah berhenti sejak periode ketiga berakhir yang menyebabkan pemerintah harus berfikir lagi , merancang serta menciptakan yang sama baiknya seperti program tax amnesty bahkan jika bisa melebihi keberhasilan dari programtax amnesty.
Banyak cara dapat dilakukan untuk pengamanan penerimaan negara setelah pesta demokrasi selesai, salah satunya dengan cara sinergi dan kolaborasi DJP-DJBC sebagai aktor utama strategi dalam pengamanan penerimaan negara.
Hal ini dapat dilihat dari kinerja keduanya yang mengamankan 75% penerimaan pajak. Sinergi keduanya pula sangat penting untuk menyongsong dan mendukung reformasi perpajakan jilid III yang ditargetkan selesai pada 2020 nanti.
Setelah pesta demokrasi selesai digelar, dua unit yang menjadi penopang utama penerimaan pajak tersebut diharapkan dapat lebih diperhatikan dan dimaksimalkan. Hal ini patut dijadikan perhatian pemerintah karena tanpa kedua unit ini mungkin penerimaan pajak tidak akan sebaik ini.
Selain itu kedua unit yang berada di naungan Kementerian Keuangan ini diharapkan fokus terus memandang kedepan dengan visi besar serta tantangan menuju tujuan. Hal ini merupakan tuga yang berat, sehingga harus ada dukungan dari berbagai elemen.
Dengan kata lain, perlu ada peran aktif dari berbagai pihak untuk menciptakan sebuah program yang efektif dan efisien dalam mengejar target penerimaan pajak. Satu lembaga tidak akan cukup untuk membopong sebuah visi besar sendirian. Harus ada sinergi dan integrasi satu visi dari setiap elemen negara untuk mengawal program yang nantinya akan diciptakan.
Para pimpinan serta stakeholder harus terus berinovasi dan memaksimalkan lembaga yang ada untuk menciptakan sebuah strategi peningkatan penerimaan negara agar semakin kuat.
Penerimaan perpajakan merupakan tulang punggung penerimaan negara yang mempunyai peran vital dalam membiayai pembangunan. Saat ini, alokasi anggaran pun dirancang oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan daya saing Indonesia dikancah Internasional.
Reformasi perpajakan jilid III yang mempunyai arah menuju perubahan yang dilakukan pemerintah sekarang merupakan pilihan yang tepat dan perlu terus didukung oleh berbagai pihak agar visi besar dan mimpi besar dapat diwujudkan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.