SEBUAH reformasi identik dengan suatu perubahan besar dari segala lini yang saling terkait. Salah satu bentuk refomasi besar di Indonesia terjadi pada 1998 yang digalang oleh mahasiswa dan semua elemen yang mempunyai tujuan sama. Mereka ingin meruntuhkan rezim Soeharto yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun agar tercipta sebuah perubahan dan pembaruan dalam sistem bernegara.
Reformasi 1998 merupakan langkah awal dari lahirnya sebuah tatanan baru dalam kehidupan bernegara yang lebih terbuka dan diharapkan dapat tercipta akselerasi. Reformasi berkembang tidak hanya sebatas lingkup politik bernegara, tetapi mulai masuk ke ranah ekonomi, salah satunya adalah reformasi perpajakan Indonesia.
Reformasi perpajakan Indonesia merupakan salah satu agenda yang saat ini sedang dilakukan oleh Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Agenda ini dijalankan karena fakta penerimaan pajak yang sering tidak mencapai target yang ditetapkan. Apalagi, kepatuhan pembayaran pajak dari penduduk Indonesia masih tergolong rendah.
Sebenarnya, reformasi perpajakan di Tanah Air sudah pernah dilakukan sejak lama. Saat ini, Ditjen Pajak sedang menjalankan reformasi perpajakan jilid III yang dimulai dari 2017, pascaimplementasi tax amnesty, hingga 2024 yang memiliki lima fokus atau pilar utama yaitu organisasi, sumber daya manusia (SDM), sistem informasi dan basis data, proses bisnis serta peraturan perpajakan.
Semua fokus utama dalam reformasi kali ini tidak akan berjalan jika tidak ada kolaborasi dari setiap elemen yang mempunyai visi sama, yaitu sebuah perubahan dalam sistem perpajakan agar tercipta akselerasi penerimaan pajak yang berkelanjutan.
Selain itu, kesadaran dari masyarakat akan pentingnya membayar pajak juga diperlukan. Tanpa penerimaan pajak, pembangunan dalam negeri akan tersendat. Padahal, kita tahu, pembangunan yang digalakan pemerintah mengandalkan pendanaan yang mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Pembangunan ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat.
Pilar Reformasi Perpajakan
Dari seluruh pilar utama, salah satu yang penting adalah perombakan organisasi. Perubahan sangatlah perlu dilakukan dengan lebih mengetatkan dalam hal penerimaan pegawai pajak, termasuk dalam pemilihan pimpinan Ditjen Pajak. Selain itu, efektivitas dalam organisasi juga perlu dilakukan agar dalam pengambilan keputusan tidak terlalu terbelit-belit.
Selain itu, pengembangan SDM juga menjadi pilar penting dalam hal reformasi perpajakan. Hal yang bisa dilakukan adalah melalui kolaborasi dengan berbagai pihak dalam mengembangkan kemampuan dan kompetensi dari SDM agar tercipta efektivitas serta akselerasi. Salah satu contoh kolaborasi adalah pemberian beasiswa pendidikan kepada para pegawai pajak ke perguruan tinggi yang telah bekerja sama dengan Ditjen Pajak.
Selanjutnya, sisi sistem informasi dan basis data serta proses bisnis. Kita sekarang berada di era digitalisasi. Dalam era ini, semua serba cepat dan banyak orang mulai sadar akan pentingnya sebuah informasi serta transparasi.
Reformasi perpajakan merupakan salah satu langkah awal untuk menciptakan sebuah gebrakan baru dalam hal perpajakan, seperti dengan pembuatan aplikasi pelaporan pajak yang cepat dan transparan. Begitu pula dengan proses bisnis perpajakan yang dibuat sesederhana mungkin agar antusiasme meningkat dan dapat mengakselerasi penerimaan pajak.
Setelah itu, pilar yang baru-baru ini sering didiskusikan adalah regulasi atau peraturan. Perubahan dalam peraturan perpajakan merupakan landasan utama untuk sebuah perubahan dalam perpajakan. Terlebih, sekarang kita memasuki tahun politik, di mana setiap calon presiden memaparkan programnya, termasuk dalam pajak.
Diharapkan, siapapun yang terpilih menjadi presiden dan wakil presiden dapat tetap mengawal serta menjalankan reformasi pajak dengan membuat kebijakan serta peraturan yang dapat mengakselesarasi reformasi perpajakan di Indonesia.
Kesadaran masyarakat juga harus ada untuk mengawal reformasi perpajakan jilid III ini dengan cara membayar pajak tepat waktu. Selain itu, pegawai pajak yang melaksanakan tugas harus kompeten dan mempunyai integritas. Ini akan memulihkan citra pegawai pajak yang saat ini goyah karena banyaknya pegawai pajak terjerat kasus korupsi.
Lima pilar utama perpajakan Indonesia harus segera di laksanakan dengan aksi serta program nyata, tanpa retorika. Sebuah mimpi besar harus dimulai dengan langkah kecil. Mengawal bukan hanya dilakukan oleh satu orang. Ini menjadi kewajiban dari setiap elemen. Kolaborasi harus segera dilakukan agar tidak menjadi sebuah ilusi bahkan halusinasi.*