LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Menakar Rasionalitas Program Penghapusan PBB Prabowo-Sandi

Redaksi DDTCNews
Rabu, 09 Januari 2019 | 19.37 WIB
ddtc-loaderMenakar Rasionalitas Program Penghapusan PBB Prabowo-Sandi
Alip Ramdani,
Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia

PAJAK adalah instrumen vital bagi suatu negara untuk melakukan proses pembangunan di berbagai bidang. Karena pajak adalah kontribusi wajib bagi warga negara, yang mana kontribusi pajak tersebut akan digunakan langsung untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Maka dari itu, tak heran jika program perpajakan pun menjadi salah satu fokus visi misi dan program kerja para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang akan berkonstestasi pada Pemilu 2019. Salah satunya pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

Program milik pasangan calon ini jika ditelaah memang cenderung unik, bahkan terkesan agresif. Salah satu program perpajakan yang ditawarkan pasangan ini adalah program penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi rumah tinggal utama.

Tujuannya untuk meringankan beban hidup, khususnya kebutuhan papan masyarakat. Tak ayal, program kerja milik Prabowo-Sandi ini pun menuai pro dan kontra baik dari masyarakat umum ataupun para praktisi pajak.

Masyarakat mungkin akan sangat senang sekali mendengar program ini. Alasannya sederhana, siapa sih yang tidak ingin terbebas dari suatu kewajiban? Apalagi kewajiban pajak. Masyarakat dengan level ekonomi menengah ke atas sekalipun akan senang jika dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.

Namun, di sisi lain banyak pihak menganggap program ini kontraproduktif. Masih banyak daerah yang mengandalkan penerimaan PBB untuk mendanai program pembangunan di daerahnya. Terlihat hal ini seperti tidak sejalan dengan semangat reformasi yang mengusung desentralisasi, bukan sentralisasi.

Bagi provinsi yang sudah dikategorikan maju seperti DKI Jakarta atau Jawa Barat, penghapusan PBB ini mungkin efektif. Hal ini karena di provinsi tersebut proses pendanaan APBD tidak lagi dibebankan pada program perpajakan semata, melainkan juga dari sektor lain selain seperti pariwisata.

Namun, masalahnya tidak semua provinsi seperti DKI Jakarta atau Jawa Barat. Masih banyak provinsi yang menggandalkan pajak khususnya PBB untuk pendanaan program kerja pemerintah daerah. Bisa dibayangkan jika PBB dihapuskan mungkin akan menghambat proses pembangunan di daerah.

Sebenarnya, program penghapusan PBB milik Prabowo-Sandi ini tidak sepenuhnya kontroversial. Jika disusun dan dibangun dengan konsep matang, bisa saja penghapusan PBB ini benar-benar bagus dan layak diterapkan demi kesejahteraan rakyat.

Misalnya jika proses penghapusan pajak ini konsepnya didasarkan pada land value tax (LVT). Dengan konsep LVT ini, proses penentuan nilai besaran pajak atau besaran subsidi pajak bukan lagi ditentukan oleh luas tanah atau bangunan yang berdiri di atasnya.

Besaran pajak akan ditentukan oleh nilai ekonomis dari suatu tanah. Jadi tanah yang letaknya strategis seperti tanah di pinggir jalan raya yang ramai misalnya, tentu akan mendapatkan besaran pajak yang harus lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berada di pedesaan terpencil.

Dengan konsep LVT, Prabowo-Sandi dapat membuat zonasi wilayah yang bisa menentukan mana wilayah yang berhak mendapat penghapusan PBB, dan wilayah yang tidak berhak mendapatkan benefit dari program ini.

Dengan demikian diharapkan penghapusan PBB ini tepat sasaran ke masyarakat menengah ke bawah. Sebaliknya, masyarakat menengah ke atas masih wajib membayar PBB. Konsep ini, selain berhasil menjalankan program pro-rakyat, tetapi sekaligus bisa menambal kekurangan yang timbul.

Terlepas dari segala pro-kontra yang terjadi, tetap saja kita wajib mengapresiasi segala visi misi dan program yang ditawarkan para capres dan cawapres. Apalagi jika semua visi misi yang ditawarkan oleh para calon tersebut adalah demi kebaikan bangsa, negara dan rakyat.

Namun, di sisi lain masyarakat tetap harus kritis dan teliti menilai semua janji yang ditawarkan oleh para calon, karena semua visi misi tersebut akan menjadi patokan kita untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk 5 tahun ke depan.

Jangan sampai kita mendambakan pemimpin hebat dan berintegritas, namun ternyata yang didapat adalah kucing dalam karung yang hanya pintar mengobral janji. Intinya, marilah kita menjadi pemilih cerdas yang dapat membedah dan mengkaji secara rasional setiap janji dari calon pemimpin kita.

Jangan sampai kita hanya melihat janji dari manis judulnya saja, tapi tidak melihat isi dan cara merealisasikan program tersebut. Sukses Pilpres 2019, semoga kita mendapat pemimpin yang terbaik.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.