LOMBA MENULIS ARTIKEL PAJAK 2018

Strategi Jitu Menggali Pajak UMKM di Tahun Politik

Redaksi DDTCNews
Rabu, 09 Januari 2019 | 15.26 WIB
ddtc-loaderStrategi Jitu Menggali Pajak UMKM di Tahun Politik
Siska Dwi Utami,
D3 Akuntansi Universitas Gadjah Mada

PEMERINTAH telah meningkatkan penerimaan negara dan menggali potensi pajak dengan baik. Namun, permasalahannya banyak pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan tidak melaporkan hasil usahanya. Inilah salah satu tantangan penerimaan pajak di tahun politik.

Berdasarkan data statistik penerimaan pajak, sepert dilansir www.pajak.go.id, pajak dari UMKM menunjukkan grafik yang terus meningkat. Penerimaan pada 2015 sebesar Rp3,4 triliun kemudian pada 2016 sebesar Rp4,4, triliun dan Rp5,7 triliun pada 2018.

Sedangkan berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) proyeksi jumlah penduduk pada 2018 berjumlah 265.015.300 jiwa, diantaranya hanya berjumlah 58,97 juta jiwa yang melaporkan sebagai pelaku UMKM.

Dengan demikian, apabila semua pelaku UMKM mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, maka penerimaan negara akan meningkat. Hal ini menjadi tantangan bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menggali data pelaku UMKM.

Apa saja potensi pajak yang dapat digali dari UMKM? Secara umum, terdapat dua jenis pajak yang timbul atas transaksi perdagangan, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) dari kegiatan usaha penjual termasuk pemotongan/ pemungutan PPh terhadap transaksi tertentu dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan barang kena pajak / jasa kena pajak. Namun, untuk UMKM yang memiliki penghasilan di bawah Rp4,8 miliar tidak dikenakan PPN.

Potensi PPh dari UMKM dapat dilihat dari omzetnya. Bagi wajib pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun, maka pajak yang dikenakan menggunakan tarif PPh final seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 sebesar 0,5% dari penghasilan bruto. Sedangkan tarif PPN sebesar 10%.

Apa saja hambatan yang mempengaruhi penerimaan pajak dari UMKM? Hambatan penerimaan pajak dari UMKM adalah rendahnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan ketidaktahuan masyarakat terkait peraturan perpajakan, sehingga menimbulkan banyaknya UMKM yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan melaporkan usahanya.

Strategi apa saja yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut? Strategi yang dapat ditempuh dalam menggali pajak dari UMKM antara lain, Pertama, meminta data semua pelaku UMKM di setiap desa/ kelurahan melalui kerja sama DJP dengan pegawai desa / kelurahan setempat.

Kemudian DJP meminta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi yang terdaftar, lalu bagi pengusaha yang belum memiliki NPWP akan diminta untuk medaftarkan diri sebagai wajib pajak, lalupemerintah juga mewajibkan UMKM untuk membuat laporan usaha masing-masing setiap bulan.

Dengan demikian, DJP akan memperoleh tambahan wajib pajak yang belum memiliki NPWP dan mendapatkan laporan mengenai omzet masing-masing UMKM. Data tersebut dapat menjadi sumber penggalian potensi pajak bagi DJP dalam memajaki pelaku UMKM. Namun, tantangan selanjutnya adalah pelaku UMKM yang belum mau untuk membayar pajak dan melaporkan usahanya.

Kedua, untuk menangani hal ini, DJP dapat melacak keberadaan UMKM  dengan bantuan aplikasi google maps, dan mewajibkan pelaku UMKM tersebut untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan melaporkan hasil usahanya.

Selain itu, DJP juga dapat mendorong para fiskus yang tersebar di seluruh penjuru nusantara untuk memberikan informasi terkait dengan pelaku UMKM. Namun, masalah tersebut belum selesai, karena masih banyak UMKM yang menjual barang dagang secara online dan belum melaporkan usahanya, dengan tempat usahanya yang tidak dapat diketahui DJP melalui aplikasi google maps.

Ketiga, DJP dapat melakukan kerja sama dengan Kementrian Komunikasi dan Informatika untuk menciptakan aplikasi pelacak bisnis online yang dapat dikembangkan untuk melakukan penggalian data UMKM yang menjual barang dagang secara online.

Selanjutnya DJP perlu melakukan verifikasi atas akun pengguna yang melakukan kegiatan usaha perdagangan online. Permasalahan selanjutnya yang masih menjadi tantangan adalah banyaknya masyarakat yang belum mengetahui peraturan perpajakan, sehingga banyak pelaku UMKM yang belum mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dengan alasan tidak mengetahui peraturan perpajakan.

Keempat, untuk memberikan pengetahuan kepada pengusaha yang belum mengerti tentang peraturan perpajakan, maka fiskus perlu menjelaskan tentang peraturan perpajakan, fiskus juga perlu menjelaskan bahwa tarif PPh 0,5% tersebut merupakan tarif yang sangat menguntungkan bagi UMKM karena telah meringankan beban pajak UMKM.

Kebijakan itu telah menurunkan beban pajak sebesar 50%, karena sebelumnya tarif yang dikenakan 1%. Fiskus juga perlu menjelaskan pemerintah telah memberikan kemudahan dalam pembayaran pajakdengan memfasilitasi aplikasi DJP onlineyang memudahkan administrasi perpajakan, mulai dari pendaftaran NPWP, menghitung pajak, membayar pajak, dan melaporkan pembayaran pajaknya.

Kelima, peraturan yang ada selama ini sudah dapat digunakan untuk menggali pajak atas UMKM. Namun, jika pengusaha UMKM masih tidak mau mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan melaporkan usahanya maka diperlukan peraturan khusus untuk menangani hal tersebut.

Dengan menerapkan strategi-strategi tersebut, data pelaku UMKM dapat dideteksi, PPh dan PPN terutang atas UMKM dapat digali dengan baik, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan penerimaan negara.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.