Soleman Titus,
Pertanyaan:
KEPADA para pengasuh Kanal Kolaborasi Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research,
Nama saya Rudy Sirait dari PT XYZ yang memiliki KLU 51900 (perdagangan besar dan eceran) di SPT tahunan 2018 dan 2019. Saya bermaksud mengajukan permohonan fasilitas PPh Pasal 21 DTP. Akan tetapi, dikarenakan mispersepsi antara divisi keuangan dan divisi perpajakan kantor tempat saya bekerja, PPh Pasal 21 tersebut sudah terlanjur dibayarkan.
Saya sendiri memiliki beberapa pertanyaan.
Pertama, apabila KLU perusahaan tidak termasuk dalam lampiran PMK 44/2020 tetapi perusahaan kami mendapatkan notifikasi “terpenuhi” di fitur KSWP, apakah perusahan kami tetap berhak mengajukan fasilitas PPh Pasal 21 DTP?
Kedua, apabila kami memenuhi syarat untuk mengajukan fasilitas PPh Pasal 21 DTP tetapi sudah terlanjur setor PPh 21 tersebut pada 21 April 2020, apakah pajak yang terlanjur disetor dapat dikompensasikan ke masa Oktober 2020?
Ketiga, apabila kami sudah terlanjur mengajukan permohonan tetapi tidak jadi memanfaatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP apakah ada sanksi yang diberikan kepada wajib pajak?
Mohon bantuannya untuk menjawab pertanyaan kami. Terima kasih.
Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaan Bapak Rudy Sirait.
Berdasarkan informasi yang kami terima, Bapak telah mencoba mengajukan permohonan secara administrasi dalam penggunaan fasilitas insentif perpajakan PPh Pasal 21 DTP. Selanjutnya, KLU perusahaan tempat Bapak bekerja bukan merupakan KLU yang mendapatkan insentif pajak dengan mengacu pada lampiran PMK No. 44/PMK.03/2020 (PMK 44/2020).
Untuk itu, pertama-tama kita dapat melihat kategori perusahaan sebagai pemberi kerja yang berhak mendapatkan PPh Pasal 21 DTP. Hal ini diatur dalam Pasal 2 PMK 44/2020.
“(1) Penghasilan yang diterima pegawai wajib dipotong sesuai ketentuan PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja.
(2) PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditanggung pemerintah atas penghasilan yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu.
(3) Pegawai dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja yang :
1. memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan menteri ini;
2. telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE; atau
3. telah mendapatkan izin Penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin PDKB;
b. memiliki NPWP; dan
c. pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Dengan demikian, apabila KLU perusahaan Bapak memang sudah benar dan tidak tercantum dalam lampiran A PMK 44/2020 tetapi mendapatkan keterangan terpenuhi di KSWP, perusahaan Bapak tetap dapat berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP sepanjang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE atau telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat/izin pengusaha kawasan berikat/ izin PDKB.
Akan tetapi, apabila perusahaan Bapak tidak memiliki bukti pendukung bahwa telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE atau mendapatkan dokumen perizinan yang disebutkan di atas, kami menyarankan agar Bapak membatalkan penyampaian pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP.
Hal tersebut mempertimbangkan ketentuan yang telah diatur dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-29/PJ/2020 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 44/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (SE-29/2020).
Materi dalam SE-29/2020 menekankan bahwa apabila wajib pajak telah memanfaatkan fasilitas insentif PPh Pasal 21 DTP tetapi kemudian diketahui berdasarkan data dan/atau informasi yang menunjukkan keadaan sebenarnya bahwa pemberi kerja tidak termasuk KLU dalam lampiran PMK 44/2020 atau tidak berhak mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP, akan diterbitkan SP2DK agar pemberi kerja melakukan pembetulan SPT masa PPh Pasal 21 dan menyetorkan kembali PPh Pasal 21 terutang yang seharusnya dipotong.
Selanjutnya, untuk pertanyaan kedua terkait kondisi bahwa perusahaan Bapak akhirnya memutuskan untuk memanfaatkan insentif pajak ini tetapi sudah terlanjur setor PPh Pasal 21, kita dapat merujuk pada SE-29/2020 Bagian E angka 2 huruf f.
“Dalam hal pemberi kerja memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) huruf a), huruf b), atau huruf c), namun pemberi kerja telah melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diberikan kepada pegawai, maka:
1) Pemberi kerja dapat melakukan pembetulan SPT masa PPh Pasal 21;
2) Kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 sebagai akibat pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada angka 1) dapat :
a) dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, dalam hal terdapat PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP, paling sedikit sebesar kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut; atau
b) diajukan pemindahbukuan atas keseluruhan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dalam hal tidak terdapat PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP, atau atas selisih kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 dalam hal PPh Pasal 21 terutang yang tidak diberikan insentif DTP lebih kecil dibandingkan dengan kelebihan pembayaran PPh Pasal 21 yang mendapatkan insentif PPh Pasal 21 DTP;
3) dan atas PPh Pasal 21 yang terlanjur dipotong oleh Pemberi Kerja, dibayarkan kepada pegawai.”
Berdasarkan penjabaran ini, dapat disimpulkan bahwa pajak yang telah disetor bisa untuk dikompensasikan ke masa pajak Oktober 2020. Selanjutnya, PPh Pasal 21 yang terlanjur dipotong oleh pemberi kerja tersebut harus dibayarkan kembali kepada pegawai. Beleid ini juga kembali menekankan bahwa pegawai yang memiliki status SPT PPh tahunan tahun pajak 2020 lebih bayar maka kelebihan pembayaran yang berasal dari PPh Pasal 21 DTP tidak dapat dikembalikan ke yang bersangkutan.
Terakhir, tinjauan mengenai ketentuan sanksi apabila perusahaan Bapak pada akhirnya menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP tetapi pada realisasinya insentif ini tidak jadi digunakan oleh perusahaan. Terkait hal ini, kami menyimpulkan bahwa perusahaan Bapak tidak akan dikenakan sanksi sepanjang tetap menjalankan kewajiban atas penyampaian realisasi pelaporan PPh Pasal 21 DTP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PMK 44/2020.
“(1) Pemberi Kerja harus menyampaikan laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah melalui saluran tertentu pada laman www.pajak.go.id dengan menggunakan formulir sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Pemberi kerja harus membuat Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing yang dibubuhi cap atau tulisan "PPh PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 44/PMK.03/2020" atas PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(3) Laporan realisasi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan Surat Setoran Pajak atau cetakan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pemberi kerja paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.”
Untuk diketahui pula, hingga saat ini belum terdapat ketentuan mengenai prosedur pencabutan permohonan untuk dapat memanfaatkan PPh Pasal 21 DTP.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat dan dapat membantu. Terima kasih.
Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.