Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ketergantungan pada komoditas menjadi salah satu penyebab utama tidak stabilnya kinerja penerimaan perpajakan dalam lima tahun terakhir. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (24/5/2019).
Kinerja penerimaan perpajakan pada tahun lalu dapat tumbuh hingga 13,2%, di atas pertumbuhan alamiahnya. Performa tersebut dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas, terutama minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).
Namun, dalam empat tahun sebelumnya, penerimaan perpajakan hanya mentok tumbuh paling tinggi 8,2% pada 2015. Pada 2016 dan 2017, penerimaan perpajakan hanya mampu tumbuh 3,6 dan 4,6%. Dalam periode empat tahun itu, harga komoditas tercatat tidak terlalu bagus.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak (DJP) Yon Arsal tidak menampik jika kontribusi komoditas dalam sektor perpajakan, terutama pajak, sangat signifikan. Dalam struktur penerimaan pajak, porsi sektor pertambangan – termasuk industri pendukungnya – bisa mencapai 18%.
“Ini cukup besar dan menentukan,” katanya.
Selain itu, beberapa media juga menyoroti usulan insentif pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri daur ulang plastik. Kementerian Perindustrian berpendapat PPN 10% yang selama ini dibebankan pada industri daur ulang plastik tergolong berat.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP Yon Arsal mengatakan pelemahan harga komoditas pada tahun ini juga akan memberikan risiko pengamanan target penerimaan pajak, selain ada efek pelebaran target sebagai dampak shortfall tahun lalu. Hal ini telah dirasakan pada awal tahun ini.
“Tahun ini misalnya, dengan pelemahan impor dan percepatan restitusi [penerimaan pajak berada di bawah ekspektasi],” imbuh Yon.
Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian mengatakan pemasok plastik bekas, yakni pemulung dan pengumpul, tidak bisa dikenai pajak karena tidak memiliki badan usaha.
“Kami minta dipotong pajaknya menjadi 5% supaya beban industri tidak besar,” katanya, sembari mengatakan pembahasan antarkementerian tengah berlangsung.
Saat ini, setidaknya ada sekitar 1.580 industri daur ulang yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Air, terutama Batam dan Jawa Tengah. Adapun, industrit tersebut mampu menyerap tenaga kerja hingga 177.000 orang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan investor dan pelaku usaha tidak terpengaruh dengan adanya aksi demonstrasi yang berlangsung pada 21—22 Mei 2019 bersamaan dengan momentum pengumuman hasil Pemilu. Kalangan pelaku usaha, menurutnya, masih percaya bahwa fundamental perekonomian Indonesia masih kuat.
“Seluruh investor dan pelaku ekonomi sebetulnya sudah memahami dampak dari hasil Pemilu. Jadi, tidak ada element of surprisemengenai hal itu,” katanya.
Menko Perekonomian Darmin Nasution masih optimistis asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3% pada tahun ini masih bisa dicapai. Pemerintah, sambungnya, mulai menggerakkan sektor prioritas hingga membuat pengusaha tertarik merealokasi usahanya ke Indonesia. Apalagi, pemerintah tidak mengenakan bea untuk ekspor ke Amerika Serikat.
“Kalau tahun ini [pertumbuhan ekonomi bisa] 5,3%, tahun depan harapannya 5,6%,” kata Darmin. (kaw)