Ilustrasi gedung Kemenkeu.
JAKARTA, DDTCNews – Beleid terkait perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce masih menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (15/1/2019).
Nufransa Wira Sakti, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan mengatakan Kementerian Keuangan diwakili langsung dari Badan Kebijakan Fiskal, Ditjen Pajak, serta Ditjen Bea dan Cukai telah mengadakan pertemuan dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
Pertemuan yang berlangsung kemarin, Senin (14/1/2019) – setelah idEA menggelar konferensi pers – menyepakati jalan terbaik dalam pemajakan e-commerce. Pihak Kemenkeu menekankan ketentuan tentang NPWP bagi pedagang e-commerce tidak wajib.
“Pertemuan tadi menyepakati semangat utama dan substansi bahwa pedagang/merchant tidak diwajibkan untuk ber-NPWP saat mendaftarkan diri di platform marketplace. Hal ini merupakan interpretasi yang tepat dan komprehensif terhadap keseluruhan PMK [210/2018],” kata Nufransa.
Sesuai dengan pasal 3 ayat (7) PMK tersebut, pedagang/penyedia jasa yang belum ber-NPWP dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP atau wajib memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti terkait siasat agar dana repatriasi dari program tax amnesty dapat betah di Indonesia. Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan pemerintah perlu mengantisipasi ancaman keluarnya dana yang sudah direpatriasi.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan PMK 210/2018 yang berlaku efektif per 1 April 2019 tidak memberikan jenis pajak baru. Otoritas, sambungnya, hanya mengatur tata cara perlakuan perpajakannya. Oleh karena itu, dia meminta agar masyarakat tetap bisa berpikir jernih.
“Yang kami lakukan tidak mengenakan perpajakan baru. Orang Indonesia itu kalau dengar soal pajak, sudah tidak bisa berpikir dan diajak bicara karena langsung takut dan khawatir,” katanya.
Selain memberikan penegasan terkait wajib atau tidaknya ber-NPWP, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan pemerintah telah menyetujui opsi pengenaan pajak progresif berdasarkan omzet yang diperoleh pedagang maupun penyedia jasa.
“Kami sepakat untuk melindungi usaha mikro dan tidak membebani mereka dengan pajak dulu sambal mengedukasi pedagang online untuk bisa sadar pajak,” katanya.
Ignatius Untung mengatakan idEA telah mengagendakan pertemuan lanjutan dengan pemerintah terkait penyempurnaan detail implementasi kebijakan dengan lebih komprehensif. “Kalau sebelum 1 April sudah lengkap dan kami semua sepakat maka tidak perlu lagi ditunda,” katanya.
Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia mengatakan sangat mendukung terbitnya PMK 210/2018. Beleid itu akan memberikan keadilan tata negara secara menyeluruh karena e-commerce hanyalah media untuk jual-beli. Barang yang dijual di e-commerce pada prinsipnya harus memiliki perlakuan yang sama dengan peritel offline.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan instrumen khusus dengan imbal hasil yang menarik agar dana repatriasi tetap betah berada di sistem keuangan Tanah Air. Namun, belum ada kejelasan instrumen tersebut. Seperti diketahui, holding period dana repatriasi selesai pada akhir tahun ini.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji meminta agar seluruh pemangku kepentingan dapat meramu kebijakan fiskal maupun moneter yang tepat agar dana repatriasi betah di Indonesia. Dengan adanya pertukaran informasi keuangan pada tingkat global, penempatan dana lebih dipengaruhi prospek ekonomi.
“Sekarang sudah lebih transparan sehingga hal utama yang berpengaruh atas penempatan dana adalah return dan prospek ekonomi,” jelasnya. (kaw)