Ilustrasi logo idEA.
JAKARTA, DDTCNews – Pelaku usaha merespons terbitnya beleid terkait perlakuan perpajakan transaksi e-commerce. Kewajiban ber-NPWP tanpa ada sosialisasi yang matang dinilai berisiko menghambat minat pelaku usaha masuk ke e-commerce, terutama melalui marketplace.
Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung mengatakan tidak ada ruang yang cukup untuk melakukan sosialisasi baik dan tepat, meningkat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.210/PMK.010/2018 mulai berlaku pada 1 April 2019.
“Wajib NPWP atau KTP ini membuat entry barrier [penghalang masuk] yang cukup serius bagi penjual di e-commerce,” katanya dalam jumpa pers, Senin (14/1/2019).
Menurutnya, sebagaian besar pelapak di situs belanja elektronik belum mengetahui aturan perpajakan dengan baik. Oleh karena itu, kewajiban ber-NPWP bagi penjual dikhawatirkan akan mendorong migrasi pelapak dari marketplace e-commerce ke media sosial.
Apalagi, sebagian besar pelapak di bisnis e-commerce merupakan pelaku usaha UMKM. Catatan idEA menunjukkan 80% dari pelaku masuk kategori usaha kecil menengah. Kemudian, sisanya, 15% masuk usaha kecil dan hanya 5% masuk usaha menengah.
Oleh karena itu, dia mengharapkan Kementerian Keuangan dapat menunda penerapan PMK 210/2018 terkait perpajakan atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan kajian mendalam dan komprehensif untuk bisa memajaki segmen ekonomi baru ini.
Tidak hanya itu, kesiapan sistem juga menjadi persoalan tersendiri. Menguji keabsahan NPWP menjadi pertanyaan karena diatur lebih lanjut dalam regulasi setingkat Peraturan Dirjen Pajak. Dengan demikian, PMK 210/2018 dinilai berpotensi menimbulkan keruwetan baru dalam proses pemajakan pelaku e-commerce.
“Kita harapannya, PMK ini bisa ditunda dan dikaji ulang untuk menemukan rumusan yang tepat, terutama dalam aspek kesiapan sistem dalam validasi NPWP,” imbuhnya. (kaw)