ANDI BACHTIAR YUSUF:

'Kami Melihat Ada Persaingan Tidak Sehat'

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 04 Juli 2020 | 13.01 WIB
'Kami Melihat Ada Persaingan Tidak Sehat'

Andi Bachtiar Yusuf (kiri) dalam salah satu diskusi di Bekasi, Jawa Barat. (Foto: Instagram Andi Bachtiar Yusuf)

JAKARTA, DDTCNews - Pelaku industri perfilman tidak mempersoalkan rencana pemerintah yang mulai memajaki layanan video digital seperti Netflix untuk menjamin keadilan dalam berusaha.

Sutradara film Andi Bachtiar Yusuf (45) mengatakan rencana kebijakan pajak untuk layanan video berbayar melalui Internet merupakan hal lumrah dalam bisnis hiburan yang kini berbasis digital.

Menurut peraih Piala Citra untuk penulis skenario asli terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2018 itu, catatan penting dari para pelaku seni adalah tersedianya sarana untuk memasarkan hasil karya ditengah keterbatasan karena adanya pandemi Covid-19.

"Kalau untuk pajak saya rasa tidak ada masalah dan kami juga melihat di situ ada persaingan tidak sehat [antara konvensional dan daring]," katanya dalam Alinea Forum, Selasa (1/7/2020).

Andi menuturkan bagi pelaku seni terutama pembuat film, kondisi pandemi saat ini kehadiran layanan video berbayar seperti Netflix menjadi angin segar untuk memperluas distribusi film nasional secara global.

Saat sumber pendapatan utama dari penghasilan tiket bioskop praktis tidak ada selama pandemi, maka sarana layanan video berbayar menjadi alternatif para penggiat perfilman di tanah air.

Dia menyebutkan sarana layanan video berbayar seperti Netflix mampu memperluas distribusi penonton tidak hanya sebatas di Indonesia. Hal ini berlaku untuk salah satu karyanya yakni film Love for Sale yang sudah ditonton di 40 negara melalui layanan video berbayar.

Hal ini kemudian menjadi angin segar bagi pelaku seni di tengah terbatasnya dukungan pemerintah untuk film nasional. Dukungan kepada pelaku industri film ini menurutnya bukan barang tabu bagi pemerintah.

Malaysia misalnya mewajibkan film lokal tayang selama 14 hari terlepas jumlah tiket yang berhasil dijual. Kebijakan serupa berlaku untuk Korea Selatan, tetapi hal tersebut hingga saat ini belum dilakukan secara optimal oleh pemerintah.

"Dengan adanya aplikasi tersebut [video berbayar], itu merupakan cara yang bagus untuk distribusi film dan cara bagus untuk go international," papar Andi yang pernah menjadi wartawan ini.

Karena itu, ia menambahkan persaingan tidak sehat bukan hanya dialami industri penyiaran konvensional terkait dengan urusan pajak dengan penyedia layanan video berbayar lewat Internet.

Pelaku seni di dalam negeri juga mengalami situasi serupa dengan gempuran film Hollywood yang menjadi pemain utama dalam urusan jam tayang di layar bioskop. (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.