Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews—Upaya global mencapai kesepakatan aturan pemajakan korporasi multinasional akhir tahun ini menghadapi ganjalan menyusul terdapat sejumlah negara yang menyatakan tidak sepakat, terutama pada Pilar Satu OECD.
Pascal Saint-Amans, Direktur OECD Centre for Tax Policy and Administration, mengatakan saat ini lebih dari 130 negara yang membentuk kerangka kerja inklusif tentang Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) masih mencoba mengejar target konsensus global.
“Namun ketidaksepakatan muncul terutama terkait perlu tidaknya realokasi hak pemajakan berlaku untuk semua perusahaan multinasional atau hanya perusahaan multinasional digital,” kata Saint-Amans dikutip Selasa (5/5/2020).
Saint-Amans tak menyebutkan negara-negara yang ingin aturan Pilar Satu hanya dibatasi hanya untuk perusahaan digital. Meski begitu, Amerika Serikat dan China menentang jika realokasi hak pemajakan dibatasi hanya pada perusahaan digital.
Di sisi lain, meski terdapat satu atau dua negara yang meminta penundaan konsensus global selama setahun, Saint-Amans meyakini kesepakatan tentang Pilar Satu dan Pilar Dua OECD bakal tercapai Oktober 2020 ini.
“Pandemi telah menciptakan adanya risiko maraknya pajak digital unilateral dan konflik perdagangan. Untuk itu, perjanjian pilar sudah menjadi urgensi untuk segera dilakukan,” tutur Saint-Amans dikutip dari Mnetax.
Keyakinan Saint-Amans untuk mencapai konsensus global juga makin kuat manakala kondisi keuangan negara tengah tertekan, sehingga minat melaksanakan Pilar Dua tentang pajak minimum atas keuntungan perusahaan multinasional semakin tinggi.
Namun, ia menambahkan kesepakatan global yang dicapai agaknya tidak langsung dilakukan, terutama Pilar Satu. Besar kemungkinan, penerapan Pilar Satu diimplementasikan secara bertahap, atau ditunda sebagian hingga 2021.
Sementara itu, Komite Urusan Fiskal (CFA) OECD juga telah menyiapkan catatan teknis perincian tentang Pilar Satu dan Pilar Dua. Jika tidak ada aral melintang, catatan teknis itu akan dirilis dalam waktu dekat ini. (rig)