KEBIJAKAN PAJAK

Jika Pemanfaatan Insentif Pajak Terlalu Rumit, Masihkah WP Berminat?

Denny Vissaro | Senin, 01 Juni 2020 | 09:30 WIB
Jika Pemanfaatan Insentif Pajak Terlalu Rumit, Masihkah WP Berminat?

Dengan tersedianya insentif pajak, apakah otomatis mengundang wajib pajak untuk memanfaatkannya? Pertanyaan menarik ini mendasari penelitian yang dilakukan oleh Johannes Abeler dan Simor Jager yang hasilnya dipublikasikan pada 2015.

Terkadang, pemerintah suatu negara mendesain kebijakan insentif pajak pada tataran konsep dan gagasan dengan benar. Namun, Abeler dan Jager menduga desain yang dibuat terlalu menggebu-gebu justru berpotensi memunculkan sulitnya implementasi pada tataran administrasi.

Permasalahan implementasi ini makin sulit jika regulasi yang dituangkan juga susah untuk dipahami. Alhasil, jumlah peminatnya belum tentu sesuai ekspektasi. Implikasinya, biaya kepatuhan justru meningkat.

Baca Juga:
Petugas Pajak Ungkap Cara Ajukan Sertel kepada Pengurus WP Badan Baru

Pasangan Profesor Ekonomi St. Anne’s College dan Peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT) tersebut mencoba menguji dugaan tersebut yang hasilnya kemudian dituangkan dalam jurnal yang berjudul “Complex Tax Incentives”.

Jurnal terbitan American Economic Journal: Economic Policy ini mengupas hasil pengujian yang dilakukan melalui eksperimen terhadap pembentukan persepsi dan pengambilan keputusan wajib pajak ketika ditempatkan pada dua konteks yang berbeda, yaitu sistem pajak yang kompleks dan yang sederhana.

Ternyata, ketika insentif pajak diperkenalkan dalam suatu sistem pajak yang sudah membuat wajib pajak cukup pusing, keberadaan relaksasi tersebut cenderung terabaikan karena sulitnya memahami relevansinya dengan kewajiban pajak sebelumnya.

Baca Juga:
Kementerian Energi dari Negara Ini Minta Gas Alam Dibebaskan dari PPN

Sebaliknya, ketika wajib pajak tersebut ditempatkan dalam sistem pajak yang relatif lebih sederhana dan taxpayers friendly, mereka lebih dapat mempertimbangkan penggunaan insentif tersebut secara rasional.

Kemudian, terlepas dari bagaimana sistem pajak yang sudah ada, kompleksitas insentif pajak yang ditawarkan akan memengaruhi tingkat rasionalitas wajib pajak dalam mengambil keputusan, yaitu memanfaatkan insentif tersebut atau tidak.

Hasil ini wajar, sebab wajib pajak tidak ingin mengambil risiko adanya kesalahan administratif atau penghitungan kewajiban pajaknya yang baru dan pada akhirnya justru mendapat sanksi atau konsekuensi hukum lainnya.

Baca Juga:
Agar Lapor SPT Tahunan Lancar, DJP Sarankan WP Badan Siapkan Hal Ini

Meski demikian, Abeler dan Jager juga melihat adanya respons yang cukup bervariatif yang mungkin bergantung pada karakteristik wajib pajaknya. Sayangnya, hal tersebut tidak mereka uraikan.

Dapat dipahami bahwa kompleksitas insentif pajak sering tidak terhindarkan. Selain dibutuhkan dalam waktu cepat, fasilitas tersebut juga perlu dijaga agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang bertanggungjawab. Akibatnya, banyak insentif pajak yang membutuhkan extra effort dari wajib pajak untuk memahami dan melaksanakannya.

Kedua akademisi tersebut mengindikasikan pentingnya proses pembelajaran wajib pajak yang butuh fasilitasi dan komunikasi yang efektif dari otoritas pajak. Harapannya, keputusan yang lebih rasional dapat diupayakan wajib pajak.

Baca Juga:
Respons Konflik Iran-Israel, Korsel Lanjutkan Diskon Tarif Pajak BBM

Upaya ini penting, khususnya pada masa krisis akibat pandemi Covid-19 saat ini. Insentif pajak berbagai negara ditargetkan pada wajib pajak terdampak yang sering kali bukan kelompok yang dapat secara cepat memahami pemanfaatan insentif pajak.

Kesimpulannya, kompleksitas insentif pajak tetap penting untuk diminimalkan, terutama kemudahan untuk dipahami dan minimnya risiko multitafsir. Namun, jika kerumitan tersebut tidak terhindarkan, komunikasi dan layanan yang masif perlu dimaksimalkan.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 11:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Perpanjangan Lapor SPT Tahunan, DJP Minta WP Cek Kelengkapan Lampiran

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?