JAKARTA, DDTCNews – Terkait disahkannya RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi undang-undang, Ditjen Pajak (DJP) kembali merilis pernyataan resmi.
Pernyataan resmi yang tertuang dalam Siaran Pers Nomor SP- 33/2021 dipublikasikan pada hari ini, Jumat (8/10/2021). Pernyataan resmi dirilis setelah kemarin, Kamis (7/10/2021), telah diadakan konferensi pers.
Dalam siaran pers tersebut, DJP menegaskan kembali UU HPP memiiki 6 kelompok pengaturan, yakni ketentuan umum dan tata cara perpajakan (KUP), pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), program pengungkapan sukarela (PPS), pajak karbon, serta cukai.
Selain itu, RUU HPP juga menyangkut 3 hal utama, yaitu asas dari perturan perpajakan, tujuan, serta muatan isi dan pemberlakuan. Tujuannya adalah meningkatkan pertumbuhan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemulihan ekonomi membutuhkan banyak sekali pemihakan dan resources sehingga harus didesain sangat hati-hati dan detail. Pemerintah menggunakan semua instrumen yang ada, terutama terkait dengan APBN.
Pemerintah, sambung Sri Mulyani, juga ingin UU HPP mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, serta melaksanakan reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif.
“Untuk memperluas juga basis perpajakan kita di era globalisasi dan teknologi digital yang begitu sangat mendominasi. Dan terakhir adalah dengan UU HPP, kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib pajak,” ujar Sri Mulyani, dikutip dari siaran pers tersebut.
DJP juga menjabarkan poin-poin pengaturan terkait dengan pajak yang masuk dalam UU HPP. Berikut perinciannya.
Kelompok KUP
- Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP).
- Pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) selama DJP belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP).
- Sinkronisasi dengan UU Cipta Kerja dalam penerapan sanksi administrasi perpajakan.
- Pengaturan asistensi penagihan pajak global.
- Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding wajib pajak.
- Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.
- Kuasa wajib pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan, kecuali kuasa wajib pajak yang merupakan suami, istri, keluarga sedarah, atau semenda sampai dengan derajat kedua.
- Sinergi antar-instansi pemerintah untuk melakukan pemberian data dalam rangka penegakan hukum dan kerja sama.
Kelompok PPh
- Pemberian dalam bentuk natura yang dapat dibiayakan.
- Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta.
- Pengaturan kembali penyusutan dan amortisasi.
- Pemberlakuan tarif PPh badan menjadi 22% mulai tahun pajak 2022.
- Penyempurnaan upaya mencegah penghindaran pajak dengan menerapkan metode yang sesuai dengan international best practice.
- Penambahan kewenangan Pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam perjanjian multilateral.
- Perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak:
Kelompok PPN
- Penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list) dan memindahkannya menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku 1 April 2022. Kemudian menjadi 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
- Kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu.
Kebijakan dalam Program Pengungkapan Sukarela
Kebijakan dalam Pengenaan Pajak Karbon
- Tarif pajak karbon ditetapkan Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022 untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.
Terkait dengan perubahan pengaturan cukai, kewenangannya berada pada Ditjen Bea dan Cukai. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.