Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah tidak melanjutkan pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) karyawan pada 2022. Kebijakan yang diambil pemerintah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (4/2/2022).
PMK 3/2022 hanya memuat 3 jenis insentif pajak, tidak termasuk insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Ditjen Pajak (DJP) menyatakan pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP disetop karena ada kebijakan baru dalam perubahan UU PPh pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
"Pada UU HPP, untuk [bracket] penghasilan kena pajak terendah menjadi lebih tinggi, yaitu senilai Rp60 juta," kata Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP.
Dengan kenaikan batas atas penghasilan kena pajak dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta pada bracket tarif 5%, lanjut Neilmaldrin, makin banyak masyarakat kelas menengah yang dapat menikmati tarif terendah PPh orang pribadi.
Selain mengenai insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan instrumen investasi berupa surat berharga negara (SBN) dalam program pengungkapan sukarela (PPS). Kemudian, ada bahasan tentang persidangan online yang digelar Pengadilan Pajak.
Selain mengurangi jenis insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19, pemerintah juga mengurangi jumlah sektor penerima. Simak ‘PMK 3/2022 Soal Insentif Pajak Terbit, Ini Pernyataan Resmi DJP’.
“Dengan memperhatikan kapasitas fiskal Indonesia, pemerintah perlu melakukan penyesuaian jenis dan kriteria penerima insentif pajak secara lebih terarah, terukur, dan selektif dengan prioritas kepada sektor yang masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah,” jelas Neilmaldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)
Pemerintah memberikan kelonggaran waktu penyampaian laporan realisasi atau pembetulan masa pajak Januari 2021—Desember 2021 berdasarkan pada PMK 9/2021 berupa PPh Pasal 21 DTP, PPh Final UMKM DTP, atau PPh Final jasa konstruksi. Penyampaian paling lambat 31 Maret 2022. Simak ‘Diundur! Laporan Realisasi Insentif Pajak Paling Lambat 31 Maret 2022’.
Pemberi kerja, wajib pajak, atau pemotong pajak yang tidak menyampaikan laporan realisasi sampai dengan batas waktu tersebut, tidak dapat memanfaatkan insentif. Sementara itu, wajib pajak yang membuat laporan realisasi tetapi tidak membuat kode billing, tetap dapat memanfaatkan insentif tersebut. (DDTCNews)
Pemerintah masih menghitung besaran kupon SBN khusus bagi peserta PPS. Kasi Peraturan Surat Utang Negara (SUN) Ditjen Pembiayaaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) I Gusti Ngurah Mahendra menyampaikan nilai kupon SBN khusus mengacu pada besaran kupon obligasi ritel negara (ORI) seri ORI22 yang saat ini diperdagangkan.
“SBN PPS berapa bunganya? Ini tidak akan jauh dari kupon ORI22 sebesar 4,9%,” kata Gusti. Simak ‘Pemerintah Segera Terbitkan SBN Denominasi Dolar AS Khusus Peserta PPS’. (DDTCNews)
DDTC resmi membuka kantor cabang Surabaya. Bersamaan dengan momentum tersebut, DDTC juga menerbitkan 4 publikasi terbaru. Keempat publikasi ini menambah deretan 12 buku yang telah diterbitkan DDTC sebelumnya.
Pembukaan kantor cabang Surabaya dilakukan langsung oleh Managing Partner DDTC Darussalam dan Senior Partner DDTC Danny Septriadi secara virtual. Kehadiran kantor cabang Surabaya diharapkan dapat mendekatkan DDTC dengan para pemangku kepentingan perpajakan.
“Kehadiran secara fisik di Surabaya tidak lain adalah bagaimana kita ingin lebih dekat lagi dengan para pemangku kepentingan perpajakan di Jawa Timur secara umum dan Surabaya secara khusus. Dengan demikian, dapat mendukung terciptanya masyarakat sadar dan peduli pajak,” ujar Darussalam. (DDTCNews)
Sekretariat Pengadilan Pajak mengumumkan pelaksanaan persidangan akan diselenggarakan secara daring (online) mulai dari 7 Februari 2022 sampai dengan 18 Februari 2022.
Keputusan tersebut diambil Sekretariat Pengadilan Pajak seiring dengan meningkatnya kasus pandemi Covid-19 dan perpanjangan status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 2 di DKI Jakarta. (DDTCNews)
Pemerintah melalui PMK 175/2021 telah melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan impor kembali yang akan berlaku mulai hari ini.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan perubahan ketentuan reimpor menjadi bentuk akuntabilitas dan respon Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) dalam mengakomodasi kebutuhan pengguna jasa.
Selain itu, menurutnya, perubahan ketentuan reimpor juga menjadi upaya DJBC mendukung implementasi National Logistic Ecosystem (NLE). (DDTCNews) (kaw)