Harga bahan bakar di atas 8 dolar diiklankan di sebuah stasiun pengisian bahan bakar Chevron di Los Angeles, California, Amerika Serikat, Senin (30/5/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Lucy Nicholson/WSJ/cfo
WASHINGTON D.C., DDTCNews - Ketua Komite Keuangan Senat Amerika Serikat (AS)Â Ron Wyden mengusulkan pengenaan pajak tambahan (surtax) sebesar 21% atas laba berlebih yang diterima oleh perusahaan migas.
Tidak seperti windfall tax yang mulai diterapkan di beberapa negara, Wyden mengeklaim pajak tambahan yang diusulkannya akan dikenakan berdasarkan profit margin.
"Ketika orang AS harus membayar lebih, perusahaan migas menikmati peningkatan laba yang signifikan dan memanfaatkan celah yang ada untuk tidak membayar pajak," ujar Wyden, dikutip Sabtu (18/6/2022).
Dalam beleid yang diusulkannya, pajak tambahan akan dikenakan terhadap perusahaan migas dengan laba di atas US$1 miliar per tahun. Setiap laba di atas profit margin 10% dianggap sebagai laba berlebih dan dikenai pajak tambahan sebesar 21%.
Untuk diketahui, sebelumnya pihak Gedung Putih AS menyatakan terbuka atas opsi pengenaan windfall tax terhadap perusahaan-perusahaan migas.
Wakil Direktur National Economic Council Bharat Ramamurti mengatakan 5 perusahaan migas di AS menikmati laba 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan situasi normal serta merta karena perang antara Rusia dan Ukraina.
Sepanjang mampu menurunkan inflasi, semua opsi kebijakan tetap dipertimbangkan oleh pemerintah. "Kami mempertimbangkan semua proposal yang ada [termasuk windfall tax]. Banyak permasalahan yang harus diselesaikan," ujar Ramamurti.
Untuk diketahui, saat ini harga BBM pada level konsumen di AS sudah melampaui US$5 per galon. Implikasinya, inflasi di AS tercatat sudah mencapai 8,6%, tertinggi dalam 40 tahun terakhir. (sap)