FOUNDER DDTC DARUSSALAM:

‘Empat Masalah Fundamental Pajak RI: dari Edukasi ke Narasi Kebijakan’

Redaksi DDTCNews
Senin, 25 Agustus 2025 | 06.00 WIB
‘Empat Masalah Fundamental Pajak RI: dari Edukasi ke Narasi Kebijakan’
<p>Founder DDTC Darussalam.</p>

REFORMASI pajak sudah bergulir lebih dari 4 dekade. Selama itu, kebijakan-kebijakan pajak terus bertransformasi untuk mengakomodasi kepentingan dua pihak: otoritas pajak dan wajib pajak.

Namun, sistem pajak yang sudah berjalan tampaknya masih belum ideal. Tax ratio Indonesia masih jauh api dari panggang, belum sesuai harapan. Karenanya, penerimaan pajak belum bisa membiayai pembangunan secara optimal.

Sebenarnya apa masalah-masalah fundamental yang dihadapi oleh sistem pajak nasional? Apa pekerjaan rumah yang mestinya diselesaikan secara serius oleh pemerintah?

Founder DDTC Darussalam membagikan pemikirannya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Sebagai sosok yang telah menerbitkan 38 buku dan punya peran penting dalam memberikan sumbangsih pemikiran dalam dinamika sistem pajak Indonesia, Darussalam menyodorkan strategi fundamental bagi pemangku kepentingan untuk membawa sistem pajak ke arah yang lebih ideal.

Sesi wawancara DDTCNews bersama dengan Darussalam ini sekaligus untuk memeringati ulang tahun ke-18 DDTC dan peringatan ke-80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Berikut adalah petikan lengkap wawancara DDTCNews dengan Founder DDTC Darussalam.

Sebagai salah satu sosok yang sering memberikan sumbangsih pemikiran atas perjalanan reformasi pajak di Indonesia, bagaimana Anda melihat sistem pajak kita saat ini?

Perbaikan-perbaikan di dalam sistem pajak nasional kita memang terus dilakukan. Hal itu perlu kita apresiasi. Namun, tolok ukur keberhasilan dari reformasi pajak bisa dilihat dari capaian tax ratio. Nyatanya, angkanya masih stagnan dalam satu dekade terakhir.

Angka tax ratio kita masih jauh di bawah rata-rata negara Asia Pasifik, sesuai dengan laporan OECD.

Saya melihat sistem pajak kita dihadapkan pada dua tantangan besar: globalisasi dan digitalisasi. Indonesia perlu beradaptasi dengan dua hal itu dalam hal proses bisnis dan kebijakan pajak. Kebijakan-kebijakan pajak perlu mengakomodoasi semua kepentingan, baik dari sisi otoritas atau wajib pajak.

Dengan tax ratio yang 'jalan di tempat' dan juga dua tantangan besar yang Anda sebut, sebenarnya apa masalah paling mendasar yang dihadapi sistem pajak Indonesia?

Sistem pajak kita dihadapkan pada 4 masalah fundamental. Apa saja? Pertama, partisipasi publik yang belum optimal. Kedua, edukasi pajak yang belum inklusif. Ketiga, narasi kebijakan yang masih minim. Keempat, pengelolaan data yang menantang.

Boleh dielaborasi keempat masalah tersebut?

Kita bicarakan satu per satu. Pertama, masalah partisipasi publik, pajak pada dasarnya adalah kesepakatan antara masyarakat yang diwakili oleh DPR dan negara yang diwakili oleh pemerintah.

Pajak merupakan kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat yang merupakan wujud dari demokrasi representatif. Pajak merupakan sumber utama untuk membiayai keberadaan Republik Indonesia. Tanpa pajak kita tidak bisa melaksanakan pembangunan dan mensejahterakan masyarakat.

Karenanya, dalam menyusun desain sistem pajak, seyogianya pemerintah turut mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, target pembangunan ke depan, serta jaminan dukungan publik. Partisipasi publik Itulah wujud kontrak fiskal yang ideal.

Pemerintah perlu lebih mendengar suara wajib pajak dalam membuat sistem pajak. Kemauan untuk mendengar itu yang bisa menjaga stabilitas sistem pajak.

Yang harus diingat, dukungan publik itu sangat dibutuhkan untuk menjamin efektivitas sistem pajak. Tanpa mekanisme yang bersifat partisipatif, implementasi sistem pajak justru dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan publik.

Indonesia bisa berkaca pada sejarah yang terjadi di dunia ketika kepercayaan publik hilang. Kerusuhan di Prancis muncul karena penolakan kenaikan pajak bahan bakar yang diusulkan Presiden Macron. Atau melihat ke Inggris, saat Margaret Thatcher mundur pasca-adanya kerusuhan besar-besaran di London akibat rakyat yang menentang poll tax. Itu bisa jadi contoh.

Masalah fundamental kedua, masalah edukasi. Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih belum memahami pajak dengan tepat. Apa sih pajak? Gunanya apa? Kenapa kita harus bayar pajak? Bahkan, masih banyak menganggap pajak dari sisi negatif seperti upeti di jaman dulu.

Padahal, pajak ini sebetulnya adalah kebutuhan dan bukan hanya sekedar kewajiban bagi siapapun yang dikategorikan sebagai wajib pajak. Persoalannya, bagaimana pemerintah memungut pajak dengan optimal kalau masyarakatnya enggak teredukasi?

Kurangnya edukasi ini ujungnya apa? Bisa saja terjadi resistensi dari masyarakat terhadap setiap kebijakan pajak yang muncul.

Kalau melihat lagi sejarah dunia, sebetulnya penerapan pajak itu tidak pernah lepas dari resistensi. Berbagai pemberontakan muncul di banyak negara karena pemungutan pajak.

Pajak sendiri merupakan warisan sistem feodal yang tidak mengenal hak kepemilikan pribadi oleh rakyat. Oleh karenanya, pajak merupakan upeti yang dibayarkan oleh rakyat kepada penguasa sebagai balas jasa atas penggunaan hak milik negara oleh rakyat.

Di sinilah peran edukasi. Memberikan pemahaman kepada publik mengenai apa itu pajak? Apa bedanya pajak dengan upeti? Kenapa kita harus bayar pajak? Apa yang kita dapat dari pajak? Serta, kenapa pajak dibutuhkan?

Selanjutnya ketiga, masalah narasi kebijakan. Sampai saat ini pemerintah belum optimal dalam menarasikan setiap kebijakan yang ada. Narasi itu perlu diberikan sepanjang waktu, bukan cuma sebelum atau setelah sebuah kebijakan muncul.

Misalnya, menarasikan soal pemberian belanja pajak (tax expenditure) atau dengan kata lain insentif pajak. Saat ini, belanja pajak kita di tahun 2025 diproyeksikan menyentuh Rp530 triliun. Ini adalah fasilitas pembebasan pajak yang diberikan negara kepada masyarakat. Nah, masyarakat perlu diberi pengertian mengenai apa itu belanja pajak, untuk apa belanja pajak itu, serta kerelaan pemerintah tidak memungut pajak yang sebenarnya pemerintah bisa saja melakukan pemungutan pajak berdasarkan kelaziman di dunia.

Narasi kebijakan diperlukan agar masyarakat memiliki kepatuhan sukarela dalam menjalankan kewajibannya. Dalam konteks tax expenditure tadi, masyarakat pada akhirnya tahu bahwa ada 'kebaikan' yang diberikan oleh pemerintah untuk meringankan beban pajak masyarakat.

Jangan sampai insentif pajak atau potensi pajak yang hilang karena tidak dipungut, tidak ternarasikan dengan baik sehingga masyarakat tidak merasa ada insentif.

Masalah keempat, masalah data. Tantangannya menyangkut kemampuan kita dalam mengumpulkan data, memastikan validitasnya, sampai analisis dari data-data itu.

Indonesia tuh sebenarnya sudah banyak regulasi yang mengatur soal keterbukaan data. Misal ada undang-undang mengenai akses keuangan (UU 9/2017), serta undang-undang tax amnesty (UU 11/2016). Cuma data-data yang diperoleh dari adanya dua undang-undang tersebut itu mau diapakan? Persoalan kita sampai hari ini masih berkutat soal data.

Makanya pendekatan pajak kita masih selalu berkutat soal pemeriksaan dan SP2DK, karena menyangkut persoalan data yang sampai sat ini belum tuntas.

Saat ini, Indonesia itu masih saja menyasar pendekatan yang sifatnya enforced compliance melalui pemeriksaan yang ujung-ujungnya dapat bersifat konfrontatif. Padahal, tren di dunia sudah bergeser dari konfrontatif ke kolaboratif melalui pendekatan cooperative compliance. Serta, pergeseran pendekatan dari litigasi menjadi mitigasi. Kita masih berjalan di tempat. Ya, karena apa? Lagi-lagi masalah masih minimnya data.

Dari keempat masalah fundamental itu, masalah narasi dan edukasi itu sebenarnya kan beririsan ya? Sama-sama bersifat 'propaganda' positif dari pemerintah kepada rakyat. Nah, itu tugasnya siapa?

Tentu ini menjadi tugas bersama pemerintah dan pemangku kepentingan pajak lainnya. Tanggungjawab tidak bisa diletakkan kepada intitusi pemerintah yang berwenang memungut pajak saja, tetapi juga institusi pemerintah yang menggunakan uang pajak. Tuntutan masyarakat adalah pemungutan pajak dilakukan dengan berkeadilan dan berkepastian serta gunakan uang pajak kami dengan bijak.

Kalau keempat masalah fundamental itu sudah diatasi? Apakah itu jaminan sistem pajak kita jadi ideal?

Yang terpenting, masalah fundamental itu dulu dibenahi. Bagaimana kita akan bisa membuat sistem pajak ideal, sementara masyarakat tidak terdukasi, kebijakan tidak ternarasikan dengan baik, kurangnya kesempatan untuk partisipasi publik, serta minimnya data?

Bersamaan dengan pemungutan pajak yang adil dan berkepastian serta distribusi uang pajak yang dirasakan oleh masyarakat, akan menjadikan pajak Indonesia siap lepas landas menjadi penopang utama pembiayaan negara Republik Indonesia tercinta. Semoga terwujud. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Muhammad Naufal Hardiza
baru saja
Pemikiran Bapak Darussalam selaku pengamat perpajakan terkait masalah fundamental pajak Indonesia perlu menjadi perhatian serius. Pertama, penyampaian terkait masalah partisipasi publik dan pajak sebagai wujud demokrasi representatif mengingatkan saya akan ungkapan “no taxation without representation”. Ungkapan itu memberi pesan kepada para pemangku kebijakan agar memperhatikan kebutuhan publik dan mendengarkan suara rakyat dalam merumuskan kebijakan fiskal atau pajak. Kedua, edukasi pajak yang ditekankan Bapak Darussalam bukan hanya sebatas sosialisasi kebijakan yang berlaku, melainkan terkait pengetahuan masyarakat terhadap sistem kebijakan fiskal yang menunjang keberlangsungan negara. Ketiga, ungkapan terkait narasi kebijakan dan pengumpulan data dapat diartikan sebagai upaya edukasi secara kontinu terkait kewajiban dan insentif pajak demi meningkatkan pemahaman atas pajak di dunia modern sehingga dapat pula menggeser pendekatan enforced compliance menjadi cooperative compliance.
user-comment-photo-profile
Ihsanul Alvin Sofyan
baru saja
Wawancara ini sungguh membuka wawasan saya, terutama lewat sudut pandang yang disampaikan oleh Bapak Darussalam terkait Empat masalah fundamental perpajakan Indonesia yang beliau soroti mulai dari partisipasi publik, edukasi pajak yang belum inklusif, narasi kebijakan yang masih minim, dan pengelolaan data yang belum optimal. Pandangan tersebut menunjukkan kedalaman analisis serta kepedulian beliau terhadap arah reformasi perpajakan di Indonesia. Penjelasan beliau mengingatkan bahwa pajak bukan hanya soal regulasi dan angka, tetapi juga tentang membangun komunikasi yang tepat, literasi bagi seluruh lapisan masyarakat, serta kepercayaan publik kepada penerima pajak. Pandangan seperti ini sangat berharga, karena memberikan kerangka berpikir yang lebih luas bagi kita semua untuk memahami tantangan sekaligus peluang perbaikan sistem pajak di masa depan. Terima kasih untuk Bapak Darussalam yang konsisten menghadirkan insight mendalam bagi perkembangan dunia perpajakan Indonesia.
user-comment-photo-profile
Rauzan Alfazri
baru saja
Terima kasih banyak kepada Bapak Darussalam atas pembahasan yang komprehensif terkait masalah fundamental perpajakan di Indonesia. Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa terdapat empat masalah fundamental dalam sistem perpajakan di Indonesia, yaitu partisipasi publik yang belum optimal, tingkat edukasi pajak yang masih belum inklusif, narasi kebijakan yang minim, dan pengelolaan data yang memiliki banyak tantangan. Masalah fundamental ini juga menekankan bahwa reformasi pajak tidak hanya soal regulasi teknis, tetapi juga dapat membangun kesadaran dan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi otoritas pajak dan pemangku kepentingan terkait untuk segera membenahi masalah-masalah fundamental guna membawa sistem perpajakan di Indonesia ke arah yang lebih ideal. Dengan demikian, pajak tidak lagi dipandang sebagai kewajiban yang bersifat kaku, melainkan kontrak sosial yang dinamis di mana masyarakat dan pemerintah hubungan timbali balik dengan sinergi positif.
user-comment-photo-profile
Muhammad Fathir Anwar Dzaki
baru saja
Terima kasih kepada Bapak Darussalam, sungguh sebuah ide yang begitu luar biasa. Ini betul menggambarkan bagaimana Sistem Perpajakan Negara kita masih terus terjebak dalam cerita lama, sebab empat masalah fundamental ini masih belum juga teratasi. Sudah seharusnya Pemerintah yang menjalankan fungsi otoritas mengambil peran bukan hanya sebagai penagih melainkan penyeru dengan mengandalkan pendekatan yang baru dalam meningkatkatkan partisipasi serta membangun moral pajak yang lebih baik. disamping itu Pajak dinegera kita masih diwarnai dengan pandangan serta cara penagihan "memaksa" yang membuat masyarakat semakin enggan dan ini adalah harus segera dibenahi.
user-comment-photo-profile
Adhwaa Inggarlanti Hadi
baru saja
Terima kasih kepada Bapak Darussalam atas pandangan tajamnya mengenai empat isu penting perpajakan di Indonesia. Penekanannya pada edukasi, partisipasi publik, narasi kebijakan, dan pengelolaan data membuka sudut pandang baru bahwa reformasi pajak bukan hanya soal aturan, tapi juga membangun kesadaran dan kepercayaan masyarakat. Semoga pemikiran ini menginspirasi generasi muda, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk memperkuat sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.
user-comment-photo-profile
Malvin Ginting
baru saja
Sungguh sebuah pandangan yang tajam dan kritis dari Bapak Darussalam mengenai cerminan Taz Ratio Indonesia yang masih tergolong rendah dan empat masalah fundamental pajak yang melatarbelakanginya. Pertama terkait dengan partisipasi publik. Pemerintah perlu untuk lebih mendengar suara rakyat untuk menjaga stabilitas sistem pajak. Kemudian terkait edukasi. Perlu penekanan lebih bahwa pajak sebetulnya adalah kebutuhan dan bukan hanya sekadar kewajiban. Gaungan pajak dan resistensi dan warisan feodal ini yang terus membuat stigma pajak menjadi buruk tanpa peran edukasi. Kemudian narasi kebijakan, di mana narasi itu perlu diberikan sepanjang waktu, bukan hanya sebelum atau sesudah sebuah kebijakan muncul. Terakhir, terkait dengan data. Tantangan besarnya ada pada kemampuan dalam mengumpulkan dan memastikan validitas data. Ini menyebabkan Indonesia masih menggunakan pendekatan enforced compliance.
user-comment-photo-profile
Felix Bahari
baru saja
Terima kasih kepada Bapak Darussalam sebagai Founder DDTC, atas sudut pandangnya yang memicu refleksi mendalam soal “Apa yang salah dengan sistem pajak kita saat ini?” Adapun setelah saya coba pahami, di era global digital seperti sekarang, wajar jika rasio pajak kita stagnan padahal negara lain menghadapi tantangan serupa namun berhasil meraih rasio lebih tinggi, hal ini tentu ini semacam tamparan realitas. Dalam artikel tersebut, Bapak Darussalam menunjuk empat masalah fundamental: partisipasi publik, edukasi pajak, narasi kebijakan, dan pengelolaan data. Dari semuanya, edukasi menjadi hal fundamental yang dapat diupayakan karena banyak masyarakat belum benar-benar memahami pajak serta masih melekat paradigma negatif yang perlu segera dilawan. Kini saatnya pajak menjadi perhatian seluruh warga, bukan hanya otoritas atau konsultan. Mari kita bersama renungkan dan bawa dialog ini pada titik mana keempat isu itu bisa dijawab dengan lebih mencerahkan.
user-comment-photo-profile
Fatrick Efendy
baru saja
Terima kasih kepada Pak Darussalam atas pandangan yang sangat tajam dan konstruktif mengenai empat masalah fundamental perpajakan di Indonesia. Wawasan yang Bapak sampaikan tentang pentingnya edukasi, partisipasi publik, narasi kebijakan, serta pengelolaan data benar-benar membuka perspektif baru. Pemikiran Bapak menjadi pengingat bahwa reformasi pajak tidak hanya soal regulasi teknis, tetapi juga bagaimana membangun kesadaran dan kepercayaan masyarakat. Semoga gagasan ini terus menjadi inspirasi bagi generasi muda, akademisi, maupun pembuat kebijakan untuk memperkuat sistem perpajakan Indonesia yang lebih adil dan berkelanjutan
user-comment-photo-profile
Michael Chang
baru saja
Pandangan dan perspektif yang sangat mencerahkan dari Bapak Darussalam dalam memandang pengaturan dan bidang perpajakan di Indonesia melalui hal-hal fundamental perpajakan. Keempat fundamental yang disebutkan, yaitu terkait partisipasi publik, tingkat edukasi, narasi kebijakan, serta permasalahan data di Indonesia yang disampaikan oleh Bapak Darussalam sangatlah relevan dengan permasalahan dan ramainya isu perpajakan di Indonesia saat ini. Dalam hal ini, keempat fundamental tersebut sangatlah saling berkaitan, utamanya terkait data perpajakan yang masih sangat bersifat konfrontatif antara wajib pajak dengan otoritas perpajakan serta kemampuan narasi pemangku kebijakan dalam mengkomunikasikan kebijakan perpajakan terkait. Oleh karenanya, hal-hal fundamental tersebut penting untuk selalu dipahami dan dipertimbangkan, utamanya bagi pembentuk kebijakan dan otoritas terkait dalam melindungi hak-hak wajib pajak.
user-comment-photo-profile
Caezar Putra Shidqie
baru saja
Wawancara yang mengulas permasalahan fundamental yang menarik dari Founder DDTC, Bapak Darussalam. Secara garis besar, suatu sistem perpajakan yang ideal harus pula merangkul wajib pajak, seperti dari sisi keadilan, transparansi, edukasi, dan lain sebagainya. Hal ini karena sejatinya perpajakan merupakan suatu kontrak sosial antara pemerintah dengan masyarakat sehingga harus sejalan pula dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, untuk lebih menciptakan keadilan dan keidealan sistem perpajakan, perlu juga adanya edukasi yang inklusif sehingga semua masyarakat mendapatkan pengetahuan dasar perpajakan yang setara dan dapat mengeliminasi pandangan negatif masyarakat terhadap pajak. Dengan demikian, pajak menjadi dipandang sebagai suatu kewajiban untuk kebutuhan bersama oleh masyarakat karena adanya kepercayaan yang tumbuh dari masyarakat.
user-comment-photo-profile
Calissta Verginia Karlan
baru saja
Saya mendapatkan panadangan baru terkait sistem perpajakan Indonesia yang stuck dari Bapak Darussalam bahwa tantangan besar dalam sistem perpajakan di Indonesia memang masih jauh dari optimal, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat. Minimnya kesadaran, pemahaman, dan keterlibatan publik terhadap pajak menunjukkan bahwa persoalan mendasar belum terselesaikan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kunci utama dalam membangun fondasi sistem perpajakan yang kuat, agar masyarakat tidak hanya patuh secara formal tetapi juga memahami esensi pajak sebagai instrumen pembangunan. Jangan sampai kebijakan hanya berpacu pada hasil jangka pendek, melainkan harus menekankan pada penguatan dasar pemecahan masalah, sehingga keberlanjutan dan efektivitas sistem perpajakan dapat terwujud secara menyeluruh
user-comment-photo-profile
George
baru saja
Wawancara bersama Founder DDTC, Bapak Darussalam, sangat menarik dan tajam dalam memotret empat masalah fundamental perpajakan Indonesia, yaitu partisipasi publik yang belum optimal, edukasi yang belum inklusif, narasi kebijakan yang minim, serta tantangan pengelolaan data. Sorotan ini menjadi pengingat penting bahwa reformasi pajak tidak hanya soal regulasi, tetapi juga tentang membangun literasi, kepercayaan, dan keterlibatan masyarakat. Semoga pemikiran ini bisa menjadi pijakan kuat bagi terciptanya sistem perpajakan yang lebih adil, transparan, dan dipercaya publik.
user-comment-photo-profile
Dzikri Aditya Ihatra
baru saja
Terima kasih Bapak Darussalam atas pandangan yang disampaikan dalam wawancara ini. Empat masalah fundamental pajak yang Bapak soroti, mulai dari partisipasi publik, edukasi, narasi kebijakan, hingga pengelolaan data, sangat relevan dengan kondisi saat ini. Semoga hal ini dapat menjadi dorongan bagi terciptanya sistem perpajakan yang lebih adil, inklusif, dan dipercaya masyarakat.
user-comment-photo-profile
Ambrosius Manuel
baru saja
Wawancara yang sangat informatif mengenai permasalahan fundamental perpajakan di Indonesia yang menyebabkan tax ratio masih rendah. Saya setuju dengan pendapat bahwa edukasi pajak yang masih minim dan narasi kebijakan yang masih minim menjadi salah satu masalah fundamental, dimana masyarakat masih memiliki konotasi negatif terhadap pajak dan juga pajak masih dianggap sebagai kewajiban bukan sebuah kebutuhan dan juga masalah minimnya narasi mengenai pajak menimbulkan resistensi bagi masyarakat untuk membayar pajak dan kurangnya pemanfaatan insentif pajak yang sebenarnya pemerintah sudah sediakan. Sungguh pembicaraan yang informatif dan berguna untuk dipahami bagi masyarakat maupun pemerintah.
user-comment-photo-profile
Achmad Hilmy Syarifudin
baru saja
Terima kasih banyak atas perspektif Bapak Darussalam, Founder DDTC, yang telah memantik kontemplasi mendalam mengenai “What’s wrong with our current tax system?”. Benar, di tengah tantangan globalisasi dan digitalisasi, pertanyaan ini sangat relevan. Faktanya, negara lain dengan tantangan serupa memiliki rasio pajak lebih tinggi, sebuah tamparan bagi kita. Bapak Darussalam membagikan perspektifnya tentang empat masalah fundamental. Edukasi menjadi salah satu yang paling krusial. Tak sedikit masyarakat yang belum memahami pajak secara tepat. Paradigma negatif ini perlu diubah, dan di sinilah Bapak Darussalam menekankan pentingnya edukasi sebagai kunci. Terima kasih banyak Bapak Darussalam atas perspektifnya. Sudah saatnya pajak menjadi isu yang relevan bagi seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya otoritas atau konsultan pajak. Mari bersama-sama mentadaburi dan berkontemplasi, hendak dibawa ke mana empat masalah fundamental ini.
user-comment-photo-profile
Nadhyra Keisha
baru saja
Empat permasalahan mengenai perpajakan Indonesia yang disampaikan oleh Bapak Darussalam sangat akurat dalam merefleksikan kondisi nyata. Minimnya edukasi pajak membuat masyarakat belum sepenuhnya memahami manfaat pajak, sementara narasi kebijakan yang tidak konsisten sering kali menimbulkan kebingungan. Selain itu, sistem perpajakan juga seharusnya lebih melibatkan suara wajib pajak atau partisipasi publik agar kepercayaan terhadap otoritas pajak tidak melemah. Saya juga sangat setuju permasalahan terkait pengolahan data yang belum optimal karena pendekatan perpajakan Indonesia yang masih dominan konfrontatif membuat sistem kita tertinggal dari tren global yang bergerak ke arah cooperative compliance. Semoga pemerintah dapat membenahi permasalahan utama ini untuk membangun sistem pajak Indonesia yang lebih ideal.
user-comment-photo-profile
Wahyu Intan Maulidiyah
baru saja
Wawancara ini sangat mendalam dan memberikan gambaran yang jelas mengenai empat masalah fundamental perpajakan, yaitu partisipasi publik, edukasi, narasi kebijakan, dan pengelolaan data yang memang masih menjadi tantangan mendasar untuk dibenahi. Dari sini saya memahami bahwa partisipasi publik perlu diperhatikan karena dalam menyusun desain sistem pajak, seyogianya pemerintah turut mempertimbangkan kebutuhan masyarakat, target pembangunan ke depan, serta jaminan dukungan publik. Selain itu, penguatan edukasi serta narasi kebijakan akan meningkatkan pemahaman masyarakat, sementara pengelolaan data yang akurat dapat mendorong sistem pajak yang lebih efektif dan berkeadilan. Terima kasih banyak kepada Bapak Darussalam atas pandangan dan pemikirannya dalam mendorong reformasi perpajakan di Indonesia.
user-comment-photo-profile
Ahmad Danang Sagita
baru saja
Empat masalah fundamental yang diangkat oleh Bapak Darussalam sangat relevan dan saling berkaitan. Saya memandang bahwa minimnya partisipasi publik dan literasi pajak bukan sekadar tantangan teknis, tapi cerminan relasi fiskal yang belum matang. Narasi kebijakan dan pengelolaan data juga perlu diperkuat agar reformasi pajak benar-benar implementatif, dipahami dan didukung oleh masyarakat. Selain itu saya juga berpendapat bahwa reformasi pajak tidak cukup hanya dengan revisi regulasi atau digitalisasi sistem. Diperlukan pendekatan holistik yang menggabungkan aspek teknis, sosial, dan komunikasi publik. Jika dijalankan konsisten, Indonesia tidak hanya akan meningkatkan tax ratio, tetapi juga membangun sistem pajak yang berkeadilan, berkelanjutan, dan mendukung pembangunan nasional. Semoga diskursus seperti ini terus membuka ruang dialog yang konstruktif antar pemangku kepentingan.
user-comment-photo-profile
Vinata
baru saja
Terima kasih Bapak Darussalam atas wawancara yang sangat menarik dan membuka wawasan. Empat masalah fundamental yang disampaikan, yaitu partisipasi publik, edukasi, narasi kebijakan, dan pengelolaan data memang menjadi tantangan nyata yang perlu dibenahi agar sistem pajak semakin kuat. Penjelasan ini menunjukkan bahwa reformasi pajak tidak hanya menyangkut regulasi, tetapi juga pentingnya membangun kepercayaan, pemahaman, dan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat agar pajak benar-benar menjadi penopang utama pembangunan negara.
user-comment-photo-profile
Annisa Amalia Nurul Mumtaz
baru saja
Walaupun wawancara ini cukup singkat, Bapak Darussalam berhasil menyajikan refleksi yang sangat mendalam atas empat persoalan fundamental sistem perpajakan Indonesia, yaitu rendahnya partisipasi publik, edukasi pajak yang belum inklusif, minimnya narasi kebijakan, dan tantangan pengelolaan data. Pandangan beliau membuka perspektif baru bahwa tantangan perpajakan tidak hanya soal teknis, tetapi juga menyangkut edukasi, partisipasi publik, narasi kebijakan, hingga pengelolaan data. Setelah membacanya, saya jadi semakin menyadari bahwa saya juga bisa berkontribusi dalam membenahi masalah-masalah tsb., terutama terkait edukasi dan narasi kebijakan. Saya bisa melakukannya dimulai dengan mengedukasi diri sendiri dan memahami narasi positif terkait kebijakan perpajakan, sambil perlahan menyebarkan pemahaman yang sama ke orang-orang di sekitar saya.Terima kasih kepada Bapak Darussalam atas gagasannya yang konstruktif, semoga menjadi inspirasi dalam memperkuat reformasi perpajakan di Indonesia.
user-comment-photo-profile
Marsha Medina
baru saja
Saya sependapat dengan pandangan Bapak Darussalam bahwa reformasi pajak tidak cukup hanya diukur dari sisi regulasi, melainkan dari sejauh mana sistem pajak mampu menjawab empat masalah fundamental: partisipasi publik, edukasi, narasi kebijakan, dan pengelolaan data. Bagaimana mungkin kebijakan pajak bisa berjalan efektif jika masyarakat tidak teredukasi dengan baik atau bahkan salah memahami tujuan pajak itu sendiri? Saya melihat rendahnya literasi pajak di masyarakat sering kali membuat kebijakan yang sebenarnya bermanfaat justru dipersepsikan negatif, sehingga narasi yang jelas dan edukasi yang inklusif kini semestinya menjadi sebuah urgensi. Apalagi, tanpa data yang akurat, bagaimana mungkin pemerintah bisa merancang kebijakan yang tepat sasaran sekaligus membangun kepercayaan publik? Menurut saya, gagasan beliau sangat realistis dan memang selayaknya menjadi prioritas pemerintah agar pajak benar-benar mampu menopang pembangunan bangsa secara berkelanjutan.
user-comment-photo-profile
dinda
baru saja
Wawancara ini sangat mencerahkan dan berhasil mengangkat empat isu mendasar perpajakan Indonesia secara lugas dan mendalam. Saya memahami empat masalah fundamental pajak Indonesia diantaranya partisipasi publik yang belum optimal, edukasi yang belum inklusif, narasi kebijakan yang masih minim, serta pengelolaan data yang yang menantang. Sebenarnya ini menjadi hal yang krusial untuk membangun sistem pajak yang adil, transparan, dan berkelanjutan, sedangkan sebenarnya pajak merupakan kontrak sosial antara pemerintah dan masyarakat sebagai bentuk demokrasi representatif serta menjadi hal utama untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat. Kesimpulannya adalah diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah, masyarakatnya mulai sadar apa tujuan dan pentingnya pajak dalam pembangunan juga pemerintah dapat memberikan edukasi serta pemungutan yang adil sehingga kedepannya pajak Indonesia siap menjadi penopang utama pembiayaan negara.