Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sebanyak 3 lembaga nonpemerintah atau non-governmental organisation (NGO) mengkritisi proposal OECD yang telah disetujui lebih dari 130 negara. Proposal itu dinilai tidak cukup mengakomodasi kepentingan negara berkembang.
Ketiga NGO yang bergerak di bidang advokasi keadilan pajak tersebut mencakup Tax Justice Network, Oxfam Internasional, dan Independent Commission for the Reform of International Corporate Taxation (ICRICT).
ICRICT menilai kesepakatan yang diusung melalui Inclusive Framework telah gagal mencerminkan reformasi pajak global yang dibutuhkan dan tidak mencerminkan apa yang diminta oleh negara berkembang.
“[Permintaan tersebut di antaranya] untuk mendapat realokasi hak pemajakan yang lebih besar dan lebih adil atas laba korporasi multinasional terbesar,” demikian pernyataan ICRICT, dikutip dari Tax Notes International Volume 103 Nomor 2 edisi Juli 2021, Rabu (14/7/2021).
Seperti diketahui, negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework telah berkomitmen untuk menyelesaikan aspek-aspek teknis dari pendekatan dua pilar tersebut paling lambat pada Oktober 2021 dan akan mulai menerapkan Pilar 1 dan Pilar 2 pada 2023.
Dengan Pilar 1, hak pemajakan atas laba korporasi multinasional akan direalokasikan menuju yurisdiksi pasar tempat korporasi multinasional memperoleh labanya. Sementara itu, melalui Pilar 2, disepakati tarif minimum setidaknya sebesar 15%.
Terhadap kedua pilar terkait pajak ekonomi digital tersebut, ICRICT menyatakan proposal yang telah disepakati tidak mencerminkan realokasi hak pemajakan yang seimbang, khususnya bagi negara berkembang.
ICRICT menilai tarif minimum global yang disepakati seharusnya sebesar 25%. Dengan kesepakatan sekarang, hal tersebut hanya menguntungkan sebagian negara maju.
Lembaga tersebut mengusulkan agar berbagai negara tetap melanjutkan reformasi unilateral masing-masing, termasuk penerapan DST, dan menegosiasikan kesepakatan selanjutnya dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Alex Cobham, Kepala Eksekutif dari Tax Justice Network mengungkapkan banyak negara tidak akan mendapatkan penerimaan pengganti yang sepadan dari menghapuskan kebijakan unilateral seperti Digital Service Tax (DST).
Terkait Pilar 2, Cobham menilai setiap negara seharusnya dapat memperoleh kesepakatan tarif yang lebih tinggi. “Namun, OECD justru memaksakan suatu tarif yang terlalu kecil di mata negara berkembang dan masih memberi ruang untuk adanya praktik pengalihan laba,” ujar Cobham. (kaw)