Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Kinerja penerimaan pajak di awal Desember masih belum kunjung membaik sehingga ada risiko pelebaran shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – dari proyeksi awal pemerintah. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (11/12/2019).
Berdasarkan informasi yang dipublikasikan Harian Kontan, realisasi penerimaan pajak hingga 10 Desember 2019 baru mencapai 74% dari target Rp1.577,5 triliun. Dengan demikian, masih ada selisih sekitar Rp410,15 triliun yang harus dikejar jika ingin realisasi sesuai dengan target.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal memastikan memang ada risiko pelebaran shortfall dari proyeksi awal pemerintah Rp140 triliun. Sejauh ini, DJP masih menyatakan shortfall akan berada di kisaran Rp140 triliun sampai dengan Rp200 triliun.
“Ada pelebaran [shortfall] dari proyeksi. Dibandingkan dengan tahun lalu pasti melebar,” katanya.
Seperti diketahui, pada tahun lalu, shortfall penerimaan pajak mencapai Rp108,1 triliun. Pada 2017, shortfall tercatat senilai Rp130 triliun. Dengan demikian, shortfall tahun ini berpotensi mencetak rekor tertinggi selama ini.
DDTC Fiscal Research dalam Working Paper bertajuk ‘Metode dan Teknik Proyeksi Penerimaan Pajak: Panduan dan Aplikasi’ memproyeksi bahwa dalam kondisi normal penerimaan pajak bisa mencapai 86,3% (pesimis) hingga 88,6% (optimis) dari target.
Dengan demikian, shortfall penerimaan pajak bisa mencapai Rp179 triliun hingga Rp216 triliun, lebih besar dari outlook pemerintah Rp140 triliun. Namun, dalam skenario terburuk, DDTC Fiscal Research memproyeksi shortfall berisiko makin lebar hingga Rp259 triliun.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti masalah konsensus global pemajakan ekonomi digital. Dalam International Tax Conference di Mumbai, India – yang diikuti juga 11 delegasi DDTC terlihat adanya pesimisme terkait pencapaian kesepakatan pada tahun depan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan kondisi perekonomian saat ini yang tengah lesu karena efek dari global membuat kinerja penerimaan tidak sebaik tahun lalu. Kondisi perekonomian ini, salah satunya dipengaruhi efek perang dagang.
“Harapan kami, akhir tahun ada turning point sehingga memperbaiki penerimaan pajak,” katanya.
Direktur Peraturan Perpajakan II Yunirwansyah mengatakan penerimaan PPh bisa memberi tambahan pada akhir tahun. Menurutnya, tren pertumbuhan penerimaan PPh pada akhir tahun mencapai 15%-17%. Efek ikutannya, setoran PPh bisa diikuti dari sisi PPN.
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dalam situasi perekonomian global maupun nasional yang tidak tidak normal, penerimaan pajak memang akan terpengaruh. Apalagi, pada semester I/2019 tidak ada extra effort yang signifikan karena pemerintah tidak ingin ada kegaduhan.
Menurutnya, tidak banyak hal yang bisa dilakukan pada sisa tahun ini selain mengoptimalkan penggunaan data hasil pertukaran informasi keuangan. Menurutnya, proyeksi dalam skenario terburuk DDTC Fiscal Research bisa terjadi, yaitu realisasi shortfall penerimaan mencapai Rp259 triliun.
“Lebih baik fokus mematangkan strategi penerimaan pajak pada tahun selanjutnya, yang tantangannya juga tidak mudah. Apalagi, pada 2021 dan setelahnya, ada penurunan tarif PPh badan,” kata Darussalam.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan posisi pemerintah Indonesia sejuah ini masih menunggu pencapaian kesepakatan global terkait pemajakan ekonomi digital di bawah koordinasi OECD. Kendati demikian, sembari menunggu hal tersebut, pemerintah akan berusaha memaksimalkan pemungutan PPN.
“Ya jadi tunggu saja yang di sana [konsensus global]. Makanya, kami melalui omnibus law perpajakan ini akan melihat PPN-nya dulu,” ujarnya.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan semua pelayanan wajib pajak pada tahun depan bisa diakses melalui kanal resmi Ditjen Pajak. Salah satu contohnya adalah pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan dan SPT masa yang dapat diakses lewat layanan online tanpa tatap muka dengan petugas pajak.
“Namun, validasi pemeriksaan untuk membuktikan status wajib pajak tetap di Kantor Ditjen Pajak,” ujarnya. (kaw)