BERITA PAJAK HARI INI

Dorong Penemuan Vaksin Covid-19, Pemerintah Beri Insentif Pajak Ini

Redaksi DDTCNews | Jumat, 19 Juni 2020 | 08:57 WIB
Dorong Penemuan Vaksin Covid-19, Pemerintah Beri Insentif Pajak Ini

Ilustrasi. Warga mendorong sepedanya saat menyeberangi jembatan penyeberangan orang (JPO) ketika pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (14/6/2020). Di tengah pandemi Covid-19, warga tetap berolah raga di sepanjang kawasan Jalan Jenderal Sudirman - Jalan MH Thamrin meskipun hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) ditiadakan. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah akan segera merilis aturan teknis insentif super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Insentif yang digadang-gadang akan mendorong upaya penemuan vaksin Covid-19 tersebut menjadi bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (19/6/2020).

Insentif super tax deduction untuk kegiatan litbang atau research and development (R&D) sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.45/2019. Namun, hingga saat ini, aturan teknis berupa peraturan menteri keuangan (PMK) belum terbit.

Dalam PP itu disebutkan wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian, dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga:
Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif ini akan mendorong upaya penemuan vaksin Covid-19. Dalam rancangan PMK insentif tersebut, sambungnya, ditegaskan tempat kegiatan litbang adalah di Indonesia.

“Ini langkah pemerintah untuk menemukan vaksin Covid-19 lebih cepat,” ujar Airlangga.

Selain terkait insentif super tax deduction untuk kegiatan litbang, sejumlah media juga menyoroti konsolidasi fiskal yang akan dilakukan pemerintah mulai 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah akan melakukan konsolidasi fiskal secara hati-hati tanpa mendisrupsi pemulihan ekonomi.

Baca Juga:
Manfaatkan Tax Holiday di IKN, WP Harus Diperiksa Terlebih Dahulu

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Pengurangan Penghasilan Bruto 300%

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan insentif super tax deduction diberikan berupa pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan. Ini terbagi atas biaya rill sebesar 100% dan biaya komersialisasi sebesar 100%.

Kemudian, biaya pendaftaran hak kekayaan intelektual (HKI) berupa paten atau hak perlindungan varietas tanaman (PVT) di dalam negeri 50%, diskon pendaftaran HKI di luar negeri sebesar 25%, serta insentif kerjasama dengan litbang baik dengan pemerintah, perguruan tinggi, maupun swasta sebesar 25%. (Kontan)

Baca Juga:
SPLN yang Investasi di Financial Center IKN Dibebaskan dari PPh Potput
  • Tetap Ekspansif dengan Kehati-hatian

Postur makro fiskal 2021 disusun tetap ekspansif dengan mempertimbangkan kehati-hatian. Pendapatan negara di angka 9,9%—11% dari PDB, belanja negara di angka 13,11%—15,17%, defisit di angka 3,21%—4,17%, dan rasio utang di angka 36,67%— 37,97% dari PDB.

“Kuncinya adalah pertumbuhan ekonomi harus lebih tinggi dari kenaikan defisit APBN ini agar rasio utang kita tetap bisa terjaga atau bahkan mulai menurun lagi mendekati angka 30%,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Bisnis Indonesia)

  • Pemberian Insentif Pajak Berlanjut

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemberian insentif pajak untuk para pelaku usaha akan tetap berlanjut hingga 2021. Menurutnya, insentif masih dibutuhkan karena 2021 akan menjadi masa transisi pemulihan ekonomi pascapandemi.

Baca Juga:
Kemenkeu Perinci Kriteria WP yang Bisa Manfaatkan Tax Holiday di IKN

"Kebijakan perpajakan 2021 diarahkan antara lain pada pemberian insentif yang lebih tepat dan relaksasi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional," katanya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)

  • Pertimbangan Penyusunan Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sejumlah dasar pertimbangan pemerintah dalam menyusun target penerimaan perpajakan 2021. Secara keseluruhan, penetapan target penerimaan perpajakan tahun anggaran 2021 masih akan sangat dipengaruhi oleh pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengatakan salah satu tantangan terberat dalam menentukan target perpajakan 2021 adalah adanya ketidakpastian dan dinamika perekonomian tahun ini. Pemberian berbagai insentif untuk membantu dunia usaha bertahan dari tekanan pandemi juga akan menjadi pertimbangan. Simak artikel ‘Soal Target Penerimaan Perpajakan 2021, Sri Mulyani Pertimbangkan Ini’. (DDTCNews)

Baca Juga:
WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput
  • Pemanfaat Insentif Pajak

Masih banyak pelaku usaha yang belum memanfaatkan insentif pajak yang telah diberikan pemerintah untuk merespons Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencatat realisasi pemberian insentif pajak untuk pelaku usaha hingga akhir Mei 2020 baru mencapai 6,8% dari alokasi yang sudah disiapkan senilai Rp120,61 triliun.

“Kita melihat 6,8% sudah teralisasi. Wajib pajak yang memang memenuhi syarat untuk mendapatkan, ada yang belum atau tidak mengajukan permohonan,” ujarnya. (Kontan/DDTCNews)

  • Pajak Digital

Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan persoalan pajak digital global tidak hanya menyangkut masalah teknis. Persoalan ini juga sudah berkaitan dengan masalah politik tiap negara.

Baca Juga:
PMK Terbit! Kemenkeu Atur Mekanisme Pemberian Insentif Pajak di IKN

“Ini tidak hanya teknis, tetapi menjadi sangat politis. Sikap Amerika Serikat terkait pajak digital bisa mencerminkan hal ini,” kata Bawono. (Bisnis Indonesia)

  • Kedaulatan Negara

Pemerintah dinilai sudah berada di jalur yang tepat dalam perumusan kebijakan pajak terkait ekonomi digital. Pengenaan pajak digital dinilai menjadi bentuk dari upaya menunjukkan kedaulatan sebuah negara.

"Dari kacamata akademis untuk persoalan-persoalan pajak yang bersifat internasional maka seharusnya solusi yang dihasilkan bersifat internasional. Namun, solusi yang bersifat antisipatif dan unilateral bukan berarti tidak rasional," kata Partner of Tax Research and Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji.

Bawono juga menggarisbawahi bahwa polemik PPh digital dan PTE jangan hanya dilihat dari besar atau kecilnya potensi pajak yang dipungut dibandingkan dengan risiko retaliasi perdagangan. Lebih dari itu, penyusunan regulasi pajak digital sesungguhnya merupakan bentuk perjuangan kedaulatan pajak Indonesia di tingkat internasional. (DDTCNews)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Minggu, 19 Mei 2024 | 20:20 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Silaturahmi Alumni FEB (KAFEB) UNS, Darussalam Berbagi Pengalaman

Minggu, 19 Mei 2024 | 18:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Baru Daftar NPWP Orang Pribadi, WP Tak Perlu Lakukan Pemadanan NIK

Minggu, 19 Mei 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ajukan Pemanfaatan PPh Final 0 Persen di IKN, Begini Ketentuannya

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

BP2MI Minta Barang Kiriman PMI yang Tertahan Segera Diproses

Minggu, 19 Mei 2024 | 12:00 WIB PERATURAN PAJAK

Jika Ini Terjadi, DJP Bisa Minta WP Naikkan Angsuran PPh Pasal 25

Minggu, 19 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Penarikan Uang Manfaat Pensiun bagi Pegawai