Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tengah menyiapkan peraturan teknis perihal metode benchmarking sebagai instrumen antipenghindaran pajak yang bersifat spesifik atau specific anti avoidance rule (SAAR).
Dalam wawancara khusus bersama DDTCNews, Direktur Perpajakan Internasional DJP Mekar Satria Utama mengatakan aturan lebih lanjut mengenai benchmarking akan memerinci batasan penggunaan dan metode penentuan benchmarking.
"Benchmarking bukan bagian dari proses PKKU (prinsip kewajaran dan kelaziman usaha) dan bukan merupakan metode dalam penentuan harga wajar pada transaksi afiliasi," katanya, dikutip pada Kamis (23/2/2023). Simak wawancara lengkapnya pada artikel '‘Penanganan Penghindaran Pajak Tetap Terukur dan Hati-Hati’'.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022, menteri keuangan memiliki kewenangan untuk menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang berdasarkan perbandingan kinerja keuangan atau benchmarking dengan wajib pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis.
Benchmarking bakal diterapkan terhadap wajib pajak yang melaporkan laba terlalu kecil ketimbang kinerja laba wajib pajak sejenis. Benchmarking juga dilakukan terhadap wajib pajak yang melaporkan rugi fiskal selama 3 tahun berturut-turut meski telah beroperasi komersial selama 5 tahun.
"Pembandingan kinerja keuangan ... dapat dilakukan dengan membandingkan harga atau tingkat laba tertentu pada tingkat entitas, divisi, atau transaksi," bunyi Pasal 32 ayat (2) huruf f PP 55/2022.
Perlu dicatat, pencegahan penghindaran pajak melalui benchmarking hanya akan diterapkan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pembandingan kinerja keuangan dengan wajib pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis dalam rangka penghitungan pajak yang seharusnya terutang ... diatur dalam peraturan menteri [keuangan]," bunyi Pasal 41 ayat (2) PP 55/2022. (rig)