MANADO, DDTCNews – Pagi ini, Kamis (23/11) kabar datang dari Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menekan PMK 165/2017 pada 17 November 2017 dan baru diundangkan tiga hari setelahnya.
PMK ini berlaku sejak diundangkan, program pelaporan harta tersembunyi secara sukarela sudah dibuka dan masyarakat bisa memanfaatkan kesempatan kedua pengampunan pajak ini. Wajib pajak bisa melaporkan harta tersembunyi mulai 20 November 2017 agar bisa terbebas dari sanksi denda atas pajak penghasilan (PPh) sebesar 200%.
Dengan mulai berjalannya program ini, saat bersamaan Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak juga menyisir harta-harta tersembunyi milik wajib pajak yang ikut amnesti pajak yang belum dilaporkan dalam surat pelaporan harta (SPH) atau wajib pajak non amnesti pajak yang melaporkan seluruh hartanya di SPT.
Ditjen Pajak mengaku ada 770.000 wajib pajak yang datanya bisa ditindaklanjuti. Dari jumlah itu, sebagian besar adalah wajib pajak yang tidak ikut amnesti pajak. Ini merupakan bagian dari penegakan hukum setelah amnesti pajak selesai.
Berita lainnya adalah mengenai pajak e-Commerce yang diusulkan masuk penerimaan negara bukan pajak. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menyarankan pemerintah menggolongkan pajak untuk kegiatan ekonomi digital e-commerce di luar Pajak Penghasilan (PPh). Hal itu atas dasar karakteristik kegiatan e-commerce yang berbeda dengan kegiatan ekonomi konvensional pada umumnya yang berbasis pada tempat secara fisik. Darussalam mengatakan, ekonomi digital yang melibatkan perusahaan multinasional tidak mengharuskan kehadiran fisik. Maka dari itu, Indonesia harus berani buat aturan (pajak) di luar PPh. PPh merupakan pajak yang dibebankan pada penghasilan perorangan, perusahaan, atau badan hukum lainnya. Di Indonesia, rumusan pajak e-commerce masih disusun oleh Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Ditjen Pajak menargetkan aturan pajak e-commerce bisa rampung sebelum akhir tahun 2017, supaya bisa memaksimalkan penerimaan negara dari kegiatan ekonomi digital yang selama ini belum ada regulasinya.
Ditjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) kepada tujuh wajib pajak yang ketahuan tidak melaporkan hartanya dalam dua bulan terakhir. Ditjen Pajak memungut PPh atas harta yang belum dilaporkan sebanyak Rp5,7 miliar dari tujuh wajib pajak tersebut. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, tujuh WP itu tertangkap tak melaporkan hartanya dari 951 instruksi pemeriksaan yang dikeluarkan oleh beberapa Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Dari jumlah itu, Ditjen Pajak kemudian mengeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) pajak kepada 811 wajib pajak, di mana 68 laporan di antaranya ditindaklanjuti oleh KPP. Sekadar informasi, realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2017 baru mencapai Rp869,6 triliun. Angka ini baru mencapai 67,7% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Penyesuaian (APBNP) 2017 sebesar Rp1.238,6 triliun.
Pemerintah memberikan keringanan bagi para wajib pajak. Dalam revisi PMK tentang Pelaksanaan Pengampunan Pajak, pemerintah menghapus sanksi administrasi dan memberi insentif PPh bagi wajib pajak yang melapor hartanya sebelum akhir 2017. Terdapat dua insentif pajak yang diatur, yakni penghapusan sanksi administrasi dan pemberian insentif bea balik nama. Bagi peserta amnesti pajak, sanksi administrasi yang dihapuskan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang bayar. Sementara bagi peserta non-amnesti pajak, sanksi yang ditiadakan sebesar 2% hingga 48% per bulan ditambah dengan pembayaran pajak. Meski demikian, kebijakan ini tidak dapat disamakan dengan program pengampunan pajak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mulai memindai kepabeanan untuk perdagangan virtual. Dia mencontohkan, transaksi digital dalam bentuk virtual itu seperti buku dan musik yang diunduh lewat platform online. Dia mengatakan, sebenarnya buku dan musik (online) merupakan barang impor, (sementara) kalau kita tenteng barang di pabean pesan di Amazon pasti bea cukai cegat. Untuk yang seperti itu, kata Ani, akan banyak dikonsumsi oleh generasi milenials. Sebab, mereka tidak akan banyak membeli pakaian melainkan mengkonsumsi fitur-fitur dari smartphone mereka. Nantinya, kata dia, konsumsi barang-barang dari ipad, smartphone akan banyak sekali. Sehingga perlu dilihat lagi visi kepabeanannnya. (Amu)