Wakil Menteri Keuangan Singapura Indranee Rajah. (Foto: gov.sg)
SINGAPURA, DDTCNews - Pemerintah Singapura tetap berkomitmen merealisasikan rencana menaikkan tarif pajak barang dan jasa (good and services tax/GST) dari saat ini 7% menjadi 9% pada 2022-2025, meski dikritik publik.
Wakil Menteri Keuangan Singapura Indranee Rajah mengatakan rencana kenaikan tarif GST tersebut berhubungan dengan rencana pembiayaan pembangunan dalam jangka panjang.
Soal pernyataan Partai Pekerja tentang pemerintah yang sudah mendapatkan tambahan penerimaan dari menjual tanah negara, lanjutnya, tidak bisa menjadi alasan untuk membatalkan rencana kenaikan tarif GST.
"Tidak semua penerimaan kas merupakan pendapatan yang bisa kami belanjakan," katanya kepada wartawan di Singapura, seperti dikutip Selasa (6/4/2021).
Indranee mengatakan posisi fiskal pemerintah tidak bisa dinilai berdasarkan kas yang tersedia karena menjual tanah negara. Menurutnya, pemerintah dalam merancang APBN juga tidak memperhitungkan uang hasil menjual aset sebagai penerimaan yang bisa dibelanjakan.
Dia menyandingkan rencana pengelolaan aset negara dengan rumah tangga yang sama-sama harus dikelola secara akuntabel. Dalam dua kasus itu, menurutnya, uang hasil penjualan aset tidak boleh tidak boleh digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, melainkan harus diubah menjadi aset lainnya.
Nantinya, hasil dari aset yang diinvestasikan dapat digunakan untuk kebutuhan belanja warga Singapura melalui Kontribusi Pengembalian Investasi Bersih (Net Investment Returns Contribution/NIRC). NIRC menjadi salah satu sumber penerimaan dengan kontribusi seperlima dari total belanja.
Sebelumnya, Partai Pekerja dalam pernyataannya menilai pemerintah dapat menggunakan uang hasil penjualan aset untuk menambal defisit APBN yang diperkirakan senilai Sin$11 miliar atau Rp118,9 triliun pada 2021.
Mereka menilai uang hasil penjualan aset negara itu sebagai tambahan kas. Apabila hal itu dilakukan, rencana kenaikan tarif GST dan cukai bensin dapat dibatalkan.
"GST merupakan 'pajak regresif'. Defisit yang dilaporkan pemerintah tidak memperhitungkan surplus kas yang signifikan," kata mereka seperti dilansir channelnewsasia.com.
Pemerintah Singapura telah memastikan segera merealisasikan kenaikan tarif GST dari 7% menjadi 9% mulai 2022-2025, seperti yang disampaikan sejak pembacaan APBN 2018. Rencana itu belum terealisasi karena mempertimbangkan perlemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Wakil Perdana Menteri Heng Swee Keat menyatakan kondisi fiskal Singapura telah mengalami tekanan berat untuk menangani pandemi, terutama dari sisi kesehatan. Jika tidak ada kenaikan GST, pemerintah tidak akan mampu memenuhi kebutuhan belanja di masa datang. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.