KEBIJAKAN PAJAK

Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

Dian Kurniati
Rabu, 18 Desember 2024 | 09.30 WIB
Tarif PPN RI Dibandingkan dengan Singapura-Vietnam, DJP Buka Suara

Penumpang menaiki kereta MRT di Jakarta, Senin (16/12/2024). Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa transportasi umum adalah sektor lain yang mendapatkan pengecualian PPN dengan tujuan untuk memastikan transportasi tetap terjangkau bagi masyarakat luas. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/YU

JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo turut memberi penjelasan mengenai tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia yang lebih tinggi dari kebanyakan negara di Asean, terutama Singapura dan Vietnam.

Suryo mengatakan setiap negara memiliki kebijakan yang berbeda mengenai sistem pajak yang berlaku di negaranya. Menurutnya, tarif PPN di Indonesia memang lebih tinggi, tetapi pemerintah juga memberikan berbagai fasilitas untuk masyarakat.

"Masing-masing negara pasti memiliki policy dan juga tujuan yang berbeda-beda," katanya, dikutip pada Rabu (18/12/2024).

Suryo mengatakan kebijakan PPN di setiap negara dapat berbeda, baik dari sisi tarif maupun cakupan barang dan jasa yang dikenakan. Sejalan dengan kedua aspek tersebut, suatu negara juga dapat sekalian mengatur soal fasilitas PPN yang diberikan.

Dia mencontohkan Singapura yang mengenakan tarif pajak barang dan jasa (goods and services tax/GST) sebesar 9%, tetapi memiliki cakupan luas. Di negara ini, jasa pendidikan dan jasa kesehatan turut dikenakan GST.

Hal ini berbeda dengan Indonesia yang memberikan fasilitas pembebasan PPN terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas seperti bahan makanan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa keuangan.

Besarnya fasilitas PPN di Indonesia juga tecermin dari data belanja perpajakan setiap tahun. Pada 2025, belanja perpajakan PPN diproyeksi mencapai Rp265,6 triliun.

"Yang menjadi pembeda kadang-kadang kita mesti harus dudukkan dalam konteks secara keseluruhan, bukan hanya kita bicara tarif, karena treatment tadi menjadi krusial," ujarnya.

Di sisi lain, Indonesia juga sering dibandingkan dengan Vietnam yang memangkas tarif PPN sebesar 2 poin persen dari 10% menjadi 8%. Pemangkasan tarif PPN di Vietnam semula diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat saat pandemi Covid-19, serta telah beberapa kali diperpanjang.

Kabar terakhir, pemerintah dan parlemen Vietnam sepakat memperpanjang pemangkasan tarif PPN tersebut hingga Juni 2025.

Walaupun memiliki tarif PPN yang rendah, Suryo menyebut Vietnam juga memiliki batasan pengusaha kena pajak (threshold PKP) kecil, yakni hanya sekitar Rp63 juta. Sedangkan di Indonesia, threshold PKP ditetapkan senilai Rp4,8 miliar.

Menurutnya, threshold PKP Indonesia yang jauh lebih tinggi tersebut menjadi bentuk keberpihakan negara kepada UMKM dan masyarakat luas.

"Jadi retailer-retailer [di Vietnam] itu harus memungut pajak. UMKM [di Vietnam] harus memungut pajak," imbuhnya.

Sebelumnya, pemerintah telah resmi memutuskan tarif PPN akan naik menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Sebagaimana diatur UU PPN s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif PPN sebesar 11% mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022, sedangkan tarif sebesar 12% bakal mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.