Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menggunakan face shield. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
JAKARTA, DDTCNews—Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mewaspadai risiko kenaikan rasio utang negara terhadap PDB seiring dengan defisit anggaran dalam RAPBN 2021 yang ditargetkan sebesar 5,2% terhadap PDB.
Sri Mulyani mengatakan target defisit anggaran dalam RAPBN 2021 yang dinaikkan menjadi 5,2% dari sebelumnya 3,21%-4,17% terhadap PDB tersebut berpotensi mengerek nilai utang pemerintah.
"Kami akan melakukan pengelolaan dari outstanding utang secara hati-hati karena dengan defisit yang meningkat debt to GDP ratio kita juga bisa makin mendekati ke 40%," katanya melalui konferensi video, Selasa (28/7/2020).
Sri Mulyani menyatakan pemerintah akan mengupayakan utang pemerintah pada 2021 tidak mencapai 40% terhadap PDB. Adapun rasio utang pemerintah tercatat 30,2% terhadap PDB pada Desember 2019.
Dia menambahkan pemerintah akan mengandalkan penjualan SBN baik di pasar domestik maupun global, jenis konvensional maupun syariah, serta tipe ritel maupun nonritel sebagai pembiayaan.
Bank Indonesia (BI) sebagaimana diatur dalam UU No.2/2020 akan berperan sebagai standby buyer untuk menyerap SBN yang diterbitkan pemerintah di pasar perdana maupun melalui mekanisme private placement.
Sri Mulyani dan Gubernur BI Perry Warjiyo sebelumnya juga telah menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk membiayai defisit APBN bersama-sama melalui skema berbagi beban atau burden sharing.
Selain itu, pemerintah juga akan melakukan pembiayaan dari sumber lainnya, baik pinjaman bilateral maupun multilateral, termasuk pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan Asian Development Bank (ADB).
"Supaya kita tetap mendapatkan sumber dana yang relatif murah, dan juga diharapkan produktivitas sumber dana itu maksimal," tutur Sri Mulyani. (rig)