Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro saat mengisi Kuliah Umum di FIA Universitas Brawijaya, Malang. (Foto: Ngc/DDTCNews)
MALANG, DDTCNews -- Saat ini Indonesia memasuki masa di mana pajak akan menemukan wajah baru, sehingga banyak bermunculan aturan baru. Namun, risikonya adalah adanya aturan yang tumpang tindih atau multitafsir atas suatu fenomena dan permasalahan lainnya
Research Coordinator DDTC Fiscal Research Denny Vissaro saat mengisi Kuliah Umum bertema ‘Tren Reformasi Pajak Penghasilan’ (PPh) di Universitas Brawijaya, Malang, mengatakan salah satu perubahan yang akan terjadi dalam waktu dekat adalah peralihan rezim PPh atas penghasilan tertentu dari semula berbasis worldwide menjadi lebih ke arah territorial.
“Indonesia bergerak dari worldwide ke territorial, baik untuk penentuan subjek pajak maupun penghasilan dividen. Sementara itu, struktur penerimaan pajak kita tidak berimbang karena mayoritas dari PPh Badan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan yang paling terakhir justru PPh orang pribadi,” jelasnya, Kamis (20/2/2020).
Selain itu, penerimaan pajak Indonesia juga bergantung pada pajak berbasis impor. Implikasinya adalah ketika harga komoditas melemah otomatis berimbas pada penerimaan pajak. Untuk itu, saat ini pemerintah tengah memperbaiki struktur penerimaan pajak agar tidak mudah terpengaruh gejolak ekonomi dunia.
Lebih lanjut, Denny menyoroti perihal tren penurunan tarif PPh badan di dunia. Tren penurunan tarif ini membuat Indonesia berisiko kehilangan investor dan ekonominya terancam. Kondisi ini lah yang mendorong pemerintah untuk memutar otak agar penerimaan pajak bisa lebih berimbang tetapi sekaligus menarik investasi.
Salah satu cara yang ditempuh adalah mengubah rezim pajak dari worldwide menuju territorial. Sebab, dengan sistem territorial masyarakat diharapkan bisa lebih bersaing di luar negeri. Kemudian, tidak ragu untuk mengembalikan kekayaannya ke dalam negeri karena tidak lagi dikejar pajak.
“Walaupun efek awal territorial cenderung negatif karena akan mendorong modal ke luar, tetapi ketika WP di luar berhasil, maka akan memulangkan kekayaannya ke dalam negeri. Jadi kita sudah memasuki multipurpose tax, di mana pajak tidak hanya untuk penerimaan tetapi juga untuk meningkatkan persaingan,” kata Denny
Pada kesempatan itu, Denny juga menjabarkan perkembangan omnibus law perpajakan serta tren pemajakan ekonomi digital di dunia maupun di Indonesia. Sebagai penutup Denny menuturkan terdapat 4 opsi kebijakan pajak bagi Indonesia.
“Pertama, monitor perkembangan konsensus global. Kedua, rancang kebijakan yang efektif untuk memajaki ekonomi digital. Ketiga, jalankan aksi sepihak melalui omnibus law jika konsensus global gagal tercapai. Keempat, meninjau tax bracket karena sudah 10 tahun tidak berubah,” tutur Denny. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.