Husnul Fauziyah,
PRESIDEN dan wakil presiden terpilih, Prabowo-Gibran, akan menghadapi tantangan besar dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak untuk mendukung pembangunan nasional. Terlebih, rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio Indonesia masih cukup rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Dalam Revenue Statistics in Asia and the Pacific (OECD, 2024), tax ratio Indonesia pada 2022 sebesar 12,1%. Capaian ini cenderung lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara-negara Asia-Pasifik sebesar 19,3%, bahkan anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sebesar 34,0%.
Kesenjangan capaian tax ratio tersebut menyiratkan bahwa ada potensi penerimaan yang besar tetapi belum tergali dalam sistem perpajakan Indonesia. Untuk menjawab tantangan ini, muncul gagasan DigiTax 4.0, yang merujuk pada penerapan teknologi digital canggih dalam sistem perpajakan.
Dalam konteks DigiTax 4.0, akan tersedia sebuah platform digital terpadu yang dapat mengintegrasikan data pajak pusat dan daerah dengan berbagai sektor ekonomi. Sistem ini bukan sekadar digitalisasi proses yang sudah ada, melainkan sebuah transformasi menyeluruh yang akan mengubah lanskap perpajakan Indonesia.
DigiTax 4.0 akan memanfaatkan tiga perkembangan teknologi, yakni blockchain, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), serta big data analytics untuk mengelola dan mengoptimalkan proses perpajakan. Dengan blockchain, setiap transaksi perpajakan akan tercatat secara permanen dan transparan sehingga menghilangkan celah untuk manipulasi data.
Kemudian, AI memungkinkan analisis pola transaksi dan deteksi anomali yang mengindikasikan potensi penghindaran pajak. Selanjutnya, big data analytics akan memungkinkan pemerintah untuk memahami tren ekonomi secara real-time dan menyesuaikan kebijakan perpajakan dengan lebih responsif.
Implementasi DigiTax 4.0 diproyeksikan akan meningkatkan penerimaan pajak hingga 15% (McKinsey & Company, 2020) serta menghemat biaya operasional hingga sebesar 30% (World Bank, 2021). Artinya, jika kondisi ini terjadi di Indonesia, akan ada potensi lonjakan yang signifikan dalam kemampuan negara untuk membiayai pembangunan.
Namun, keberhasilan DigiTax 4.0 tidak bisa hanya diukur dari aspek fiskal, tetapi juga dampak sosial-ekonomi yang lebih luas. Misalnya, digitalisasi perpajakan yang efektif akan memperkuat rasa kepercayaan antara masyarakat dan pemerintah. Hal ini dikarenakan transparansi meningkat dan kebijakan perpajakan bisa lebih dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan regional maupun sektoral.
UNTUK mengimplementasikan DigiTax 4.0 secara efektif, beberapa langkah strategis diperlukan. Pertama, pemerintah perlu membentuk pusat data perpajakan nasional yang mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber, mulai dari kementerian, lembaga, pemerintah daerah, hingga pihak-pihak lainnya.
Kedua, pemerintah perlu melakukan reformasi kebijakan perpajakan terkait dengan ekonomi digital. Pengalaman Australia yang berhasil meningkatkan penerimaan pajak digital sebesar 200% setelah menerapkan ‘Netflix Tax’ dapat dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan yang relevan untuk sektor ekonomi digital di Indonesia (Australian Taxation Office, 2022).
Ketiga, pemerintah perlu mengembangkan ‘DigiTax Daerah’. Hal ini akan memungkinkan pemerintah daerah untuk mengelola pajak daerah secara lebih efektif, sekaligus memberikan visibilitas kepada pemerintah pusat tentang potensi pajak di setiap wilayah. Hal ini sejalan dengan semangat otonomi daerah yang juga akan mendorong kompetisi sehat antardaerah dalam optimalisasi pajak.
Aspek yang tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah edukasi dan sosialisasi. Aspek ini bisa dilakukan dengan kampanye nasional pajak untuk pembangunan. Publik diberikan pemahaman mengenai hubungan kontribusi pajak dengan proyek-proyek pembangunan yang konkret. Tujuannya untuk menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap pembangunan nasional.
Implementasi DigiTax 4.0 diperkirakan akan memberikan dampak multidimensi, termasuk peningkatan tax ratio, penguatan kapasitas fiskal di tingkat daerah, pemerataan pembangunan, peningkatan kepatuhan hukum, serta pembentukan budaya sadar pajak. Sektor pertahanan dan keamanan juga akan diperkuat lewat peningkatan anggaran dari optimalisasi penerimaan pajak.
Namun demikian, tidak dimungkiri, implementasi DigiTax 4.0 membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur teknologi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM). Kendati demikian, potensi manfaat jangka panjangnya diestimasi akan jauh melebihi biaya investasi awal.
Meskipun memiliki potensi dampak positif yang besar, implementasi DigiTax 4.0 tidak bebas dari tantangan. Keamanan data menjadi salah satu isu krusial mengingat sensitivitas informasi perpajakan. Penerapan teknologi enkripsi mutakhir dan protokol keamanan berlapis harus menjadi prioritas untuk melindungi sistem dari serangan siber yang makin kompleks.
Selain itu, kesenjangan digital antardaerah di Indonesia perlu diatasi melalui percepatan pembangunan infrastruktur teknologi informasi, terutama di wilayah terpencil. Jika hal ini diabaikan, disparitas digital justru akan menghambat tujuan pemerataan pembangunan yang diharapkan dari sistem perpajakan baru ini.
Tantangan lainnya adalah resistensi terhadap perubahan, baik dari fiskus maupun wajib pajak. Untuk mengatasi hal ini, program pelatihan intensif bagi fiskus dan sosialisasi masif bagi masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Menurut studi World Bank, negara-negara yang berhasil dalam transformasi digital perpajakan rata-rata mengalokasikan 5%-10% dari anggaran perpajakan mereka untuk pengembangan teknologi dan SDM (World Bank, 2021). Menurut penulis, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan serupa untuk memastikan kesuksesan implementasi DigiTax 4.0.
DigiTax 4.0 menawarkan solusi visioner yang mampu mengatasi tantangan penerimaan pajak dan membuka jalan bagi pembangunan berkelanjutan. Revolusi digital ini tidak hanya akan meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat. Pembangunan coretax administration system (CTAS) dapat menjadi momentum.
Dengan komitmen yang kuat dari pemerintah dan implementasi yang tepat, DigiTax 4.0 berpotensi menjadi salah satu legacy terbesar dari era Prabowo-Gibran. Momentum ini adalah kesempatan emas untuk melompat jauh dalam sistem perpajakan yang akan dikenang sebagai titik balik sejarah pembangunan bangsa.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2024, sebagai bagian dari perayaan HUT ke-17 DDTC. Selain berhak memperebutkan total hadiah Rp52 juta, artikel ini juga akan menjadi bagian dari buku yang diterbitkan DDTC pada Oktober 2024.