BERITA PAJAK HARI INI

Daftar Prioritas Pengawasan Pajak Dinamis, Bisa Ditambah/Dikurangi

Redaksi DDTCNews | Senin, 08 Mei 2023 | 08:57 WIB
Daftar Prioritas Pengawasan Pajak Dinamis, Bisa Ditambah/Dikurangi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pengawasan terhadap wajib pajak yang dijalankan Ditjen Pajak (DJP) bersifat sangat dinamis. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (8/5/2023).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan DJP membuat daftar prioritas pengawasan wajib pajak secara berkala. Harapannya, pengawasan dapat berjalan optimal. Daftar prioritas ini dapat berubah tergantung pada berbagai faktor, seperti data dan situasi terkini.

“Daftar prioritas pengawasan dinamis karena mengikuti perkembangan. Sudah pasti ada penambahan dan ada pengurangan," katanya.

Baca Juga:
Penggunaan Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu, Asalkan…

Yon mengatakan DJP telah membentuk Komite Kepatuhan sebagai upaya mendukung pelaksanaan pengawasan, pemeriksaan, hingga penegakan hukum. Dalam pelaksanaannya, tugas komite ini juga termasuk menyusun daftar wajib pajak yang akan diprioritaskan untuk dilakukan pengawasan.

Selain mengenai pengawasan wajib pajak, ada pula ulasan terkait dengan penetapan tarif cukai hasil tembakau (CHT) secara tahun jamak atau multiyears. Ada pula bahasan mengenai pembuatan faktur pajak yang terlambat.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Komite Kepatuhan di Ditjen Pajak

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan penyusunan daftar prioritas pengawasan mempertimbangkan dengan data dan informasi terkini. Hal ini termasuk ketika periode penyampaian SPT Tahunan 2022 selesai. Komite kepatuhan dapat menggunakan data dari pelaporan SPT Tahunan untuk menyusun daftar prioritas pengawasan wajib pajak.

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

"Dia boleh saja ditambah atau dikurangi datanya, sepanjang dia bisa memberikan alasannya. Makanya ada dibentuk Komite Kepatuhan," ujarnya.

Pembentukan Komite Kepatuhan juga akan melengkapi implementasi sistem compliance risk management (CRM) untuk melakukan pengawasan wajib pajak. Simak pula ‘Agar CRM Efektif, Perlu Dikombinasikan dengan Komite Kepatuhan’. (DDTCNews)

Penetapan Cukai Rokok 2 Tahunan

Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Akbar Harfianto mengatakan penetapan kebijakan cukai multiyear memberi kepastian bagi pelaku industri. Mereka akan lebih mudah menyusun rencana bisnis, termasuk produksi rokok dan harga jual ecerannya.

Baca Juga:
Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

"Kami mencoba untuk membuat mekanisme [penetapan tarif cukai dalam] 2 tahunan," katanya.

Akbar menuturkan kebijakan tarif cukai sering kali menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku industri, terutama CHT yang tren kenaikannya hampir dilakukan setiap tahun. Kondisi itu membuat pelaku industri kesulitan merancang perencanaan produksi serta menetapkan harga jual eceran. (DDTCNews)

Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai Rokok

Pemerintah terus mengkaji peluang untuk kembali menyederhanakan struktur tarif CHT. Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Akbar Harfianto mengatakan pemerintah perlu berhati-hati karena penyederhanaan lapisan tarif dikhawatirkan memperlemah daya saing produsen skala kecil dan menengah.

Baca Juga:
Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

"Dari Kementerian Keuangan kita memang mengarah pada penyederhanaan. Namun, kita memperhatikan sisi kemampuan industri," katanya.

Akbar mengatakan simplifikasi tarif CHT telah melalui proses yang panjang. Pada 2009, struktur tarif CHT mencapai 19 layer. Kemudian, tarif disederhanakan secara bertahap menjadi hanya 8 layer pada 2022. Dia menilai 8 layer tarif CHT yang berlaku saat ini sudah cukup efektif. (DDTCNews)

Faktur Pajak

DJP menegaskan faktur pajak masih bisa dibuat sepanjang belum melewati 3 bulan setelah saat faktur pajak harus dibuat. Sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) PER-03/PJ/2022, faktur pajak terlambat dibuat jika tanggal yang tercantum dalam faktur pajak melewati saat faktur pajak seharusnya dibuat.

Baca Juga:
Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

“Sepanjang belum melewati 3 bulan (Pasal 33) setelah saat faktur pajak harus dibuat maka faktur pajak masih bisa dibuat. Namun, merupakan faktur pajak terlambat,” tulis Kring Pajak merespons pertanyaan warganet di Twitter. Simak ‘Faktur Pajak Bisa Dibuat tapi Terlambat, Asal Tidak Lewati Waktu Ini’. (DDTCNews)

Opsen Pajak Kendaraan Bermotor

Adanya kebijakan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) akan menurunkan penerimaan pajak daerah bagi pemerintah provinsi (pemprov).

Dengan adanya opsen PKB dan BBNKB, bagian PKB dan BBNKB yang selama ini dibagihasilkan oleh pemprov kepada pemerintah kabupaten/kota (pemkab/pemkot) akan langsung diterima oleh pemkab/pemkot melalui mekanisme setoran yang dipisahkan (split payment).

Baca Juga:
Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Walau penerimaan pemprov berpotensi turun, penerimaan pajak oleh pemkab/pemkot di provinsi terkait bakal naik. "Kalau penerimaan kabupaten/kota membaik, tentu dampaknya nanti kan ke provinsi," ujar Direktur Dana Transfer Umum (DTU) DJPK Adriyanto. (DDTCNews)

RUU Perampasan Aset

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengeklaim Surat Presiden (Surpres) tentang RUU Perampasan Aset telah dikirimkan ke DPR. Surpres telah ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dikirimkan kepada DPR pada 4 Mei 2023.

"Presiden sudah mengeluarkan 2 surat. Satu, Surpres kepada DPR yang dilampiri dengan RUU Perampasan Aset dalam Tindak Pidana," katanya.

Mahfud menambahkan presiden juga sudah mengeluarkan surat yang berisi tentang penugasan oleh presiden kepada kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk melakukan pembahasan RUU Perampasan Aset bersama dengan DPR. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah