Ilustrasi.Â
BEIJING, DDTCNews – China menentang rencana pengenaan carbon border tax atas produk-produk tertentu yang diimpor dari luar yurisdiksi anggota kawasan Uni Eropa.
China memandang carbon border tax yang sedang dirancang Komisi Eropa bertentangan dengan prinsip perdagangan internasional. Skema Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dinilai menjadi tindakan sepihak (unilateral) untuk memperluas isu perubahan iklim ke sektor perdagangan.
“Pajak tersebut bertentangan dengan ketentuan WTO dan akan menggerus rasa saling percaya dalam komunitas global dan prospek pertumbuhan ekonomi," ujar Juru Bicara Kementerian Ekologi dan Lingkungan China Liu Yoibin, dikutip pada Selasa (27/7/2021).
Liu mengatakan rencana carbon border tax Uni Eropa tidak sejalan dengan prinsip perdagangan bebas. Skema kebijakan itu juga tidak tidak konsisten dengan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Paris Agreement.
Seperti diketahui, Komisi Eropa baru-baru ini mengumumkan rencana pengenaan carbon border tax atas impor beberapa jenis barang antara lain besi, alumunium, semen, dan pupuk. Pajak tersebut dikenakan guna mencapai target penurunan emisi karbon untuk mitigasi perubahan iklim.
Rencananya, carbon border tax ini akan mulai dikenakan pada 2026. Pada 2023 hingga 2025, importir rencananya akan diminta melaporkan emission footprint dari produk yang diimpor. Pada 2026, carbon border tax akan dikenakan dan diperluas cakupannya ke komoditas-komoditas impor lainnya.
Seperti dikutip dari oilprice.com, tidak hanya bertujuan untuk mencapai target pengurangan output emisi karbon, carbon border tax juga diberlakukan agar melindungi industri domestik Eropa dari kompetitor luar Eropa.
Industri dari luar Eropa dipandang mampu memproduksi barang dengan biaya yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan industri non-Eropa kebanyakan tidak dikenai pungutan atas setiap output emisi karbon yang timbul dari aktivitas produksi. (kaw)