UU HPP

Catatan World Bank Pasca UU HPP: Reformasi Pajak Perlu Dilanjutkan

Muhamad Wildan | Kamis, 07 April 2022 | 17:00 WIB
Catatan World Bank Pasca UU HPP: Reformasi Pajak Perlu Dilanjutkan

Laman depan publikasi terbaru Bank Dunia, World Bank East Asia and The Pacific Economic Update: April 2022.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah Indonesia masih perlu melanjutkan reformasi pajak, kendati sudah ada berbagai pembaruan peraturan melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Reformasi pajak diperlukan untuk meningkatkan penerimaan pajak dan menutup celah pajak atau tax gap yang masih lebar. Hal tersebut disampaikan Bank Dunia melalui publikasi terbarunya, World Bank East Asia and The Pacific Economic Update: April 2022.

World Bank memperkirakan potensi pajak Indonesia pada 2018 masih sebesar 16,3% dari PDB. Kala itu, tax gap Indonesia diperkirakan mencapai 6% dari PDB. Melalui UU HPP, penerimaan pajak diproyeksikan mengalami kenaikan sebesar 0,7% hingga 1,2% dari PDB.

Baca Juga:
Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

"Masih terdapat tax gap yang signifikan kurang lebih sekitar 5% dari PDB yang perlu ditindaklanjuti dengan reformasi pajak lanjutan," tulis World Bank dalam laporannya, dikutip pada Kamis (7/4/2022).

Berdasarkan catatan World Bank, tax ratio Indonesia yang hanya sebesar 9,2% pada 2021 terbilang sangat rendah bila dibandingkan dengan penerimaan pajak di negara-negara berkembang lainnya.

Hal ini disebabkan oleh threshold pembebasan pajak yang tinggi, banyaknya pengecualian pajak, dan perbedaan perlakuan pajak antarsektor.

Baca Juga:
Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Dengan UU HPP, beberapa reformasi yang dilakukan antara lain pengurangan pengecualian PPN, peningkatan tarif PPh orang pribadi bagi orang kaya, pengenaan pajak atas sektor digital, penetapan omzet tidak kena pajak bagi UMKM, dan ditetapkannya natura sebagai objek pajak.

Secara khusus, World Bank memandang pengurangan pengecualian PPN melalui UU HPP akan mengurangi distorsi dan mendorong kesetaraan perlakuan pajak antarsektor perekonomian.

Namun, World Bank masih punya catatan untuk Indonesia. Selain perlu melanjutkan reformasi pajak, World Bank memandang Indonesia juga masih memiliki PR untuk meningkatkan kemudahan berusaha dan daya saing perekonomian.

Perekonomian yang tak berdaya saing akan menciptakan biaya tambahan bagi sektor usaha dan meningkatkan informalitas perekonomian. Meningkatnya perekonomian informal akan meningkatkan kebocoran penerimaan pajak. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi