Suasana di salah satu kantor pelayanan pajak di Jakarta. (Foto: DDTCNews)
JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak tahun 2016 yang tercatat sebesar Rp1.106 triliun (unaudited) atau sekitar 81,6% dari target APBNP 2016 Rp1.355 triliun, sesuai dengan prediksi awal DDTC, yang sekaligus menunjukkan perlunya kebijakan anggaran dibuat lebih realistis.
Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji menyatakan penerimaan pajak yang mencatat kekurangan target (shortfall) sebesar Rp249 triliun itu sejak awal memang mencerminkan target penerimaan yang terlalu optimistis di tengah situasi perekonomian yang belum kondusif.
“Secara umum ekonomi kita masih dalam tekanan harga komoditas dan lemahnya permintaan global. Hal ini jelas memukul kinerja PPh Badan dan PPN, padahal keduanya merupakan tulang punggung penerimaan pajak. Itulah antara lain sebabnya penerimaan pajak berada dalam tekanan,” ujarnya, Rabu (4/1).
Dalam catatan DDTCNews, realisasi penerimaan pajak 81,6% itu terpaut lumayan jauh dari prediksi Bank Dunia dalam Indonesia Economic Quarterly (25/10) sebesar 90,6% (hal.16). Realisasi ini juga sedikit di bawah proyeksi DDTC (23/11) 84,8%, tetapi masih dalam range prediksi awal DDTC (hal.27), 80,3%-83,9%.
Setiap tahun DDTC merilis proyeksi penerimaan pajak. Analisis dilakukan dengan mempertimbangkan pertumbuhan alami penerimaan, faktor PDB, kinerja sektor industri, dan lain sebagainya. Sejauh ini, proyeksi untuk tahun 2013 hingga 2016 tidak pernah berbeda jauh dengan capaian penerimaan.
Kementerian Keuangan sebelumnya mengumumkan pendapatan APBNP 2016 mencapai 86,9% senilai Rp1.551,8 triliun, dengan belanja 89,3% senilai Rp1.859,5 triliun. Dengan demikian, defisit tercatat 2,46% terhadap PDB, atau Rp307,7 triliun dari target Rp296,7 triliun setara 2,35% terhadap PDB. (Lihat tabel)
Realisasi Penerimaan Pajak 2016 | |
Jenis Pajak | Realisasi (Rp triliun) |
PPh nonmigas | 630,9 |
PPh migas | 36,9 |
PPN | 410,5 |
PBB | 19,4 |
Pajak lainnya | 8,2 |
Total | 1.105,9 |
Target APBN | 1.355 |
Shortfall | 249 |
Realisasi (%) | 81,6 |
Sumber: Kemenkeu, 2017 (unaudited)
Keseimbangan Fiskal
Bawono menekankan belanja sebesar 89% itu, dengan realisasi belanja modal 80%, telah mengirim pesan bahwa kredibilitas APBN sedang diperbaiki dengan mengedepankan keseimbangan fiskal untuk keberlanjutan pembangunan, tanpa harus mengorbankan laju pertumbuhan terlalu dalam.
“Ibaratnya, ekonomi kita ini sudah kepanasan, sehingga perlu sedikit didinginkan. Dengan cara relaksasi fiskal, daya dukung perekonomian kita ke depan akan punya dasar lebih kuat untuk tumbuh. Pesan tersebut juga tercermin dalam postur APBN 2017 dan harus diapresiasi,” paparnya.
Terkait dengan kinerja program pengampunan pajak, Bawono mengatakan secara umum memang terlihat ada penurunan kinerja pada periode kedua Oktober-Desember, terutama jika dibandingkan dengan capaian periode pertama Juli-September 2016.
Akan tetapi, hal tersebut masih wajar mengingat tarifnya yang lebih tinggi dari periode pertama. Apalagi, realisasi uang tebusan yang tembus Rp100 triliun juga sudah melampaui ekspektasi. Namun, dia menyarankan, pemerintah harus melakukan sesuatu untuk periode ketiga ini, Januari-Maret 2017.
“Tax amnesty ini sangat membantu penerimaan. Tapi, yang lebih penting adalah upaya memperluas basis pemajakan dengan cara meningkatkan partisipasi. Pada periode terakhir tax amnesty ini saya kira perlu ada semacam sinyal lebih keras dan masif dari pemerintah untuk lebih mengefektifkan program tersebut,” katanya.
Untuk tahun 2017, Bawono menambahkan, DDTC memproyeksi penerimaan pajak akan berkisar Rp1.226,09 hingga Rp1.241,44 triliun, atau dengan realisasi antara 94%-95% dari target APBN 2017 sebesar Rp1.307,6 triliun. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.