Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengatur ketentuan penyerahan jasa kena pajak tertentu dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71/2022.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 71/2022, pengusaha yang melakukan kegiatan usaha jasa tertentu wajib memungut dan menyetorkan PPN dengan besaran tertentu. Salah satu jasa tertentu tersebut ialah jasa biro perjalanan wisata.
“Jasa kena pajak tertentu meliputi jasa biro perjalanan wisata…,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (2) huruf b PMK 71/2022, dikutip pada Kamis (2/3/2023).
Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16B ayat (1a) huruf k UU 42/2009 s.t.d.t.d UU 7/2021, jasa biro perjalanan wisata tidak termasuk jasa yang tidak dipungut atau dibebaskan dari pemungutan PPN, sehingga atas penyerahan jasa tersebut terutang PPN.
Akan tetapi, perhitungan PPN terkait dengan jasa biro perjalanan wisata berbeda dengan penyerahan jasa kena pajak (JKP) pada umumnya. Perbedaan utamanya yaitu pada besaran dasar pengenaan pajak (DPP).
Berdasarkan Pasal 3 PMK 71/2022, besaran dasar pengenaan pajak untuk jasa biro perjalanan wisata yaitu 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
“Sebesar 10% dari tarif PPN dikalikan dengan harga jual paket wisata, sarana angkutan, dan akomodasi,” bunyi penggalan Pasal 3 huruf B PMK 71/2022. (sabian/rig)
Contoh kasus perhitungan PPN terutang:
PT Biro Trip Jaya merupakan pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak dalam bidang jasa biro perjalanan wisata di Lombok. Pada November 2022, PT Biro memberikan jasa perjalanan wisata ke PT Maju Abadi untuk outbound karyawan senilai Rp100 juta. Berapa PPN terutangnya?
Dasar pengenaan pajak = Rp100.000.000 x 10%
= Rp10.000.000
PPN terutang = Rp10.000.000 x 11%
= Rp1.100.000