Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.
JAKARTA, DDTCNews - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan sistem pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) masih belum dilengkapi dengan landasan hukum yang kuat.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan tidak ada ketentuan yang mengatur sanksi pidana bagi pejabat yang tidak menyampaikan LHKPN atau menyampaikan LHKPN yang tidak benar.
"Tidak melapor, melapor tidak benar, melapor benar tapi asal hartanya tidak benar, itu semua tidak ada pidananya. Cuma ada sanksi administrasi dari atasan sejak 1999. Untuk itu ada keterbatasan di LHKPN," katanya, dikutip pada Kamis (2/3/2023).
Dengan demikian, lanjut Pahala, apabila atasan tidak memiliki beritikad untuk menegakkan kepatuhan atas pelaporan LHKPN maka pegawai tersebut bakal terbebas dari sanksi meski tidak melaporkan LHKPN ke KPK.
"LHKPN kalau tidak ada sanksi pidananya ya repot. Orang kalau kirim ya kirim saja, setelah kirim dianggapnya sudah selesai kewajibannya," tuturnya.
Kemudian, sambung Pahala, LHKPN juga tidak menerima laporan terkait dengan harta yang menggunakan nama perusahaan.
"Kalau di LHKPN, yang dicatat hanya nilai sahamnya. Kalau saya punya perusahaan, saya buka dengan modal Rp100 maka yang di LHKPN hanya Rp100. Urusan ini perusahaan berkembang sampai Rp1 miliar tidak ada di LHKPN," ujar Pahala.
Terlepas dari keterbatasan-keterbatasan ini, Pahala memandang KPK tetap melakukan analisis terhadap LHKPN yang disampaikan oleh pejabat.
Pahala menuturkan KPK memiliki aplikasi yang mampu mendeteksi laporan harta kekayaan yang di luar kewajaran. Laporan yang terdeteksi tersebut akan diverifikasi secara manual.
"Kami lihat dulu secara manual apa yang membuat harta naik. Misal, hartanya meningkat 3 kali lipat, tetapi dilihat di situ oh ada warisan. Setelah itu oke kita kirimkan verifikasinya dan dianggap sudah diterima," katanya. (rig)