Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menyediakan insentif fiskal berupa supertax deduction, yakni pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 128/2019.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) huruf a dan b PMK 128/2019, pengurangan terhadap penghasilan bruto paling tinggi sebesar 200% tersebut dihitung dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran.
“Pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% meliputi: sebesar 100% dan tambahan 100% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran,” bunyi Pasal 2 ayat (2) huruf a dan b PMK 128/2019, dikutip pada Sabtu (25/2/2023).
Sarana pemberian fasilitas fiskal ini dapat digunakan oleh wajib pajak agar penghasilan kena pajak yang terutang lebih kecil. Penghasilan kena pajak terutang yang lebih kecil tersebut diakibatkan karena ada tambahan pengakuan unsur biaya dari fasilitas tersebut.
Namun, perlu diperhatikan bahwa terhadap tambahan sebesar 100% terkait dengan fasilitas pengurangan penghasilan bruto tersebut hanya dapat diberikan bagi wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan pada Pasal 2 ayat (3) PMK 128/2019.
“…dengan memenuhi ketentuan: telah melakukan kegiatan praktik kerja, memiliki perjanjian kerja sama, tidak dalam keadaan rugi fiskal, dan telah menyampaikan surat keterangan fiskal,” bunyi dari Pasal 2 ayat (3) PMK 128/2019.
Ilustrasi perhitungan disajikan dalam lampiran PMK 128/2019. Berikut contoh kasus penggunaan fasilitas fiskal supertax deduction.
Terdapat PT X yang melakukan kegiatan praktik kerja dan pemagangan dengan laporan keuangan fiskal sebagai berikut:
Fasilitas pengurangan penghasilan bruto yang dapat dimanfaatkan PT X adalah sebesar Rp20 juta, yaitu 100% x biaya pemagangan. Perlu diperhatikan bahwa pengurangan penghasilan bruto dapat diberikan apabila wajib pajak memenuhi ketentuan pada Pasal 3 s.d. Pasal 10 PMK 128/2019. (Sabian Hansel/sap)