Warga beristirahat di balkon rumahnya di permukiman bantaran kali kawasan Manggarai, Jakarta, Jumat (9/12/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menilai kebijakan pemerintah untuk menaikkan anggaran subsidi energi pada tahun lalu sudah tepat. Alasannya, hal tersebut dianggap berhasil menahan kenaikan angka kemiskinan dan mendorong penurunan ketimpangan pada September 2022.
Febrio mengatakan perekonomian pada tahun lalu dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global, khususnya energi dan pangan. Namun dengan dukungan APBN, kenaikan inflasi Indonesia lebih moderat ketimbang banyak negara lain seperti di Amerika Serikat dan Eropa.
"Keputusan pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan, selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (17/1/2023).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan pada September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang. Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 sebesar 9,54%, tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 yang mencapai 9,71%.
Secara spasial, tingkat kemiskinan pada September 2022 juga naik tipis, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan naik menjadi sebesar 7,53%, sedangkan pada Maret 2022 sebesar 7,5%. Sementara itu, persentase penduduk miskin di perdesaan naik menjadi 12,36%, dari 12,29% pada Maret 2022.
Menurutnya, kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan, pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September 2022.
Di sisi lain, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk (rasio gini) pada September 2022 tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022 yang sebesar 0,384. Febrio menyebut penurunan rasio gini dipengaruhi oleh penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.
Dia menilai upaya pemerintah mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun perdesaan.
"Bahkan, ketimpangan di perdesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level prapandemi," ujarnya.
Febrio memperkirakan tingkat kemiskinan ke depan juga dapat kembali menurun karena inflasi bahan pangan (volatile food) yang menunjukkan tren penurunan signifikan.
Inflasi bahan pangan memang tercatat menurun, dari 9,0% (year on year) pada September 2022 menjadi 5,6% pada Desember 2022. Hal itu didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan karena tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63%.
Menurutnya, pemerintah juga akan terus berupaya menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada kuartal I/2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan. (sap)