PP 55/2022

WP Rugi 3 Tahun Berturut-Turut, DJP Berwenang Hitung Ulang Pajaknya

Muhamad Wildan
Jumat, 06 Januari 2023 | 17.00 WIB
WP Rugi 3 Tahun Berturut-Turut, DJP Berwenang Hitung Ulang Pajaknya

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak memiliki kewenangan untuk menghitung kembali pajak yang seharusnya terutang apabila wajib pajak telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 tahun, tetapi melaporkan rugi fiskal selama 3 tahun berturut-turut.

Penghitungan kembali pajak yang seharusnya terutang tersebut dapat dilakukan oleh Ditjen Pajak (DJP) berdasarkan pembandingan kinerja keuangan atau benchmarking dengan wajib pajak yang sejenis.

"Pembandingan…dalam kegiatan usaha yang sejenis (benchmarking) dapat dilakukan dengan membandingkan harga atau tingkat laba tertentu pada tingkat entitas, divisi, atau transaksi," bunyi ayat penjelas dari Pasal 32 ayat (2) huruf f PP 55/2022, dikutip pada Jumat (6/1/2023).

Perlu diingat, instrumen antipenghindaran pajak melalui benchmarking tersebut hanya bisa dilakukan terhadap transaksi antara pihak yang dipengaruhi hubungan istimewa.

"Ketentuan lebih lanjut mengenai pembandingan kinerja keuangan dengan wajib pajak dalam kegiatan usaha yang sejenis dalam rangka penghitungan pajak yang seharusnya terutang ... diatur dalam peraturan menteri [keuangan]," bunyi Pasal 41 ayat (2) PP 55/2022.

Sebagai informasi, pengaturan mengenai benchmarking dalam PP 55/2022 telah diamanatkan dalam ayat penjelas dari Pasal 18 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Bila wajib pajak melaporkan laba usaha yang terlalu kecil dibandingkan dengan wajib pajak sejenis atau melaporkan rugi usaha secara tidak wajar meski telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 tahun, DJP berwenang menerapkan benchmarking.

Pelaporan rugi usaha secara tidak wajar oleh wajib pajak yang telah melakukan penjualan secara komersial selama 5 tahun berturut-turut dianggap sebagai indikasi penghindaran pajak.

"Dalam hal demikian, dirjen pajak berwenang menentukan kembali besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa," bunyi ayat penjelas dari Pasal 18 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.