Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menilai dampak kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% pada tahun ini sudah sesuai dengan yang diperkirakan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan efek kenaikan tarif PPN misalnya tercermin dari tambahan penerimaan negara. Sejak berlaku pada April 2022 hingga 14 Desember 2022, kenaikan tarif PPN telah memberikan tambahan penerimaan senilai Rp53,57 triliun.
"Artinya memang sesuai dengan perkiraan kita, kurang lebih," katanya dalam Podcast Cermati, Kamis (29/12/2022).
Yon mengatakan kenaikan tarif PPN telah diatur dalam UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Beleid itu mengatur tarif PPN naik menjadi 11% dimulai 1 April 2022 dan kembali naik menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.
Dia menjelaskan Indonesia memiliki ruang menaikkan tarif PPN mengingat tarif yang berlaku sebelumnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Di beberapa negara lain di dunia, tarif PPN biasanya dipatok sebesar 15%-18%.
Yon menyebut pemerintah semula memperkirakan kenaikan tarif PPN sebesar 1 poin persen akan berkontribusi menambah penerimaan senilai Rp6 hingga Rp7 triliun per bulan atau setidaknya Rp60 triliun dalam setahun. Menurutnya, tambahan penerimaan ini penting untuk meningkatkan penerimaan dan menyehatkan kembali APBN yang sempat tertekan akibat pandemi Covid-19.
Di sisi lain, lanjutnya, dampak kenaikan tarif PPN terhadap indeks harga konsumen juga tergolong minimal. Pada bulan-bulan awal kenaikan tarif PPN, dia menilai kenaikan inflasinya masih tergolong minimal.
Adapun semula, DJP dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memperkirakan dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi sebesar 0,4%.
"Sehingga kita merasa ini cukup manageable," ujarnya.
Dia menjelaskan kenaikan tarif PPN memang bakal berdampak terhadap inflasi. Meski demikian, pemerintah juga berupaya untuk menjaga kebijakan tersebut tidak terlalu menekan masyarakat.
Dalam hal ini, pemerintah juga tetap memberikan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN terhadap barang dan jasa yang diperlukan masyarakat seperti sembako, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan.
Dalam podcast tersebut, Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni turut memberikan pandangan. Menurutnya, tingkat inflasi sepanjang tahun ini relatif terkendali.
Dia menilai kenaikan harga barang dan jasa lebih bersifat musiman, seperti ketika menjelang hari raya.
"Kita saksikan sekarang selama 8 bulan ini, lebih seru kalau sudah mendekati hari raya, harga barang bisa naik berkali-kali lipat. Tetapi kalau [kenaikan harga] karena PPN saya rasa tidak terlalu terasa," katanya. (sap)