Kepala Subdirektorat Perjanjian Kerja Sama Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) berkomitmen untuk terus mendukung upaya mitigasi praktik penggerusan basis dan pengalihan laba (base erotion and profit shifting/BEPS).
Kepala Subdirektorat Perjanjian Kerja Sama Perpajakan Internasional Direktorat Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati mengatakan isu BEPS masih menjadi topik diskusi yang dominan dalam pertemuan-pertemuan G-20 yang digelar di Indonesia pada tahun ini.
"Indonesia akan terus mendukung inisiatif global untuk menciptakan sistem pajak yang adil, setara, dan berkeadilan," katanya dalam The 10th IFA Indonesia Annual International Tax Seminar yang digelar oleh International Fiscal Association (IFA), Rabu (7/12/2022).
Selaku anggota Inclusive Framework, lanjut Leli, Indonesia sudah menerapkan minimum standard pada BEPS 1.0, yaitu BEPS Action 5: Harmful Tax Practices, BEPS Action 6: Prevention of Tax Treaty Abuse, BEPS Action 13: CbCR, dan BEPS Action 14: MAP.
Leli menambahkan Indonesia sejak 2018 sampai dengan 2021 juga telah melewati proses peer review tanpa ada rekomendasi yang disampaikan. "Artinya, tidak ada kebijakan pajak Indonesia yang bersifat harmful," ujar Leli.
Selanjutnya, Indonesia juga telah memenuhi standar pada BEPS Action 6 dengan turut serta menandatangani multilateral instrument (MLI) yang memodifikasi preamble statement dan klausul principal purpose test pada P3B.
BEPS Action 13 juga telah dipenuhi oleh Indonesia melalui penetapan PMK 213/2016. Terakhir, standar pada BEPS Action 14 telah dipenuhi lewat penetapan PMK 49/2019 yang mengatur tentang pelaksanaan MAP.
Terkait dengan BEPS 2.0 dan kedua pilar pada agenda tersebut, yaitu Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), Leli menyebut Indonesia berupaya mempercepat implementasi kedua pilar dalam diskusi-diskusi pada Task Force on Digital Economy (TFDE) dan Inclusive Framework.
Meski penandatanganan multilateral convention (MLC) dan implementasi Pilar 1 tertunda, ia menilai Inclusive Framework telah mencatatkan kemajuan dengan menggelar sebanyak 8 konsultasi publik terkait dengan aspek-aspek dari Pilar 1.
Mengenai Pilar 2, Leli menuturkan Indonesia saat ini sedang melakukan kajian terhadap dampaknya terhadap penerimaan pajak Indonesia sekaligus terhadap insentif pajak yang berlaku.
Inclusive Framework juga masih belum menyelesaikan GloBE Implementation Framework. Dengan demikian, Indonesia masih memerlukan waktu sebelum dapat mengadopsi pajak minimum global Pilar 2 dalam ketentuan domestik.
"Peraturan menteri keuangan terkait dengan Pilar 2 akan dirancang bila diskusi terkait dengan GloBE Implementation Framework pada Inclusive Framework sudah selesai," ujar Leli. (rig)