Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah secara resmi mengumumkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok. Kenaikan cukai rokok rata-rata sebesar 10% akan berlaku untuk 2023 dan 2024. Pengumuman kenaikan tarif cukai yang langsung berlaku 2 tahun bertujuan memberikan kepastian bagi pelaku industri dan masyarakat.
Topik tentang kenaikan tarif cukai rokok ini paling hangat diperbincangkan netizen sepanjang pekan ini. Kenaikan cukai rokok ini, salah satunya, bertujuan menekan angka prevalensi merokok.
"Kita menggunakan instrumen cukai dalam rangka mengendalikan konsumsi dari hasil tembakau yaitu rokok terutama untuk menangani prevalensi dari anak-anak usia 10-18 tahun yang merokok yang dalam RPJMN harus turun 9,7% pada 2024," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan pers.
Kenaikan tarif cukai tersebut berlaku untuk rokok serta rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Cukai rokok rata-rata naik sebesar 10% pada 2023 dan 2024.
Pada sigaret kretek mesin (SKM) golongan I dan II, kenaikannya rata-rata antara 11,5% hingga 11,75%. Kemudian untuk sigaret putih mesin (SPM) golongan I dan SPM II, naik sebesar 11% hingga 12%. Adapun pada sigaret kretek tangan (SKT) golongan I, II, dan III naik sebesar 5%.
Selain pada rokok, Sri Mulyani menyebut kenaikan tarif cukai juga berlaku untuk rokok elektrik dan HPTL. Pada jenis hasil tembakau ini, kenaikan tarif akan dilakukan setiap tahun dalam 5 tahun ke depan. Tarif cukai rokok elektrik naik rata-rata 15% dan HPTL naik rata-rata 6% setiap tahun.
Artikel lengkapnya baca 'Resmi! Pemerintah Kembali Naikkan Tarif Cukai Rokok, Ini Perinciannya'.
Topik selanjutnya yang berhasil menarik minat banyak pembaca adalah pelantikan 635 pejabat baru di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebanyak 188 pejabat di antaranya berada di bawah unit eselon I Ditjen Pajak (DJP). Kemudian, 108 pemeriksa madya juga dilantik oleh Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi, disaksikan oleh Menkeu Sri Mulyani.
Keputusan ini dituangkan dalam Keputusan Menkeu No. 932/KM1/2022 dan 934/KM1/2022 tentang Mutasi dan Pengangkatan dalam Jabatan Administrator di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Lantas siapa saja nama-nama pejabat baru yang dilantik? Simak daftar lengkapnya dalam artikel 'Berikut Daftar Ratusan Pejabat & Pemeriksa DJP yang Dilantik Hari Ini'.
Selain 2 topik di atas, masih ada beberapa pemberitaan yang cukup banyak menyedot perhatian pembaca. Berikut ini adalah 5 artikel pilihan DDTCNews yang sayang untuk dilewatkan:
1. Covid-19 Terkendali, DJBC Ungkap Nasib Insentif Fiskal Vaksin & Alkes
Pemerintah terus memberikan insentif fiskal atas pengadaan vaksin dan alat kesehatan atau barang yang digunakan untuk menangani pandemi Covid-19.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan insentif fiskal diberikan untuk menjamin ketersediaan vaksin dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19. Meski kasus Covid-19 menurun, insentif fiskal akan tetap diberikan sepanjang pandemi masih berstatus bencana nasional.
"Fasilitas untuk alkes masih diberikan berdasarkan PMK 34/2020 dan perubahan-perubahannya sampai dengan adanya penetapan mengenai berakhirnya status bencana nonalam Covid-19 sebagai bencana nasional," katanya.
2. Dapat Surat Klarifikasi Data PPS, WP Harus Respons dalam Waktu 14 Hari
DJP memiliki sejumlah data yang akan digunakan untuk meneliti kebenaran data milik wajib pajak yang dilaporkan dalam program pengungkapan pajak sukarela (PPS).
Penyuluh Pajak Ahli Madya Kanwil DJP Banten Dedi Kusnadi mengatakan permintaan klarifikasi kepada wajib pajak akan dilakukan jika terdapat perbedaan antara data yang dilaporkan wajib pajak dalam program PPS dengan data yang dimiliki otoritas pajak.
“Wajib pajak harus merespon dalam waktu 14 hari sejak surat diterbitkan. Kalo enggak ditanggapi maka kantor pajak bisa mengeluarkan secara jabatan surat pembetulan atau pembatalan,” katanya dalam Podcast Katalogue.
3. Kepatuhan Formal Orang Pribadi Nonkaryawan 2021 Hanya 45,53 Persen
Capaian kepatuhan formal wajib pajak mencapai 84% sepanjang tahun lalu disokong oleh wajib pajak orang pribadi karyawan.
Berdasarkan Laporan Tahunan DJP 2021, rasio kepatuhan wajib pajak orang pribadi karyawan pada 2021 mencapai 98,73%. Sementara itu, rasio kepatuhan formal orang pribadi nonkaryawan hanya sebesar 45,53%.
"Rasio kepatuhan merupakan perbandingan antara jumlah SPT Tahunan PPh yang diterima dalam suatu tahun pajak tertentu dengan jumlah wajib pajak terdaftar wajib SPT pada awal tahun," sebut DJP.
4. Ada Gelombang PHK di Industri Tekstil, Sri Mulyani Bilang Begini
Menkeu Sri Mulyani Indrawati menilai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tinggi di sektor manufaktur, khususnya tekstil, dalam beberapa waktu terakhir lebih disebabkan adanya relokasi industri.
Sri Mulyani mengatakan Kementerian Keuangan dan kementerian terkait melihat adanya fenomena relokasi pabrik dari daerah dengan upah minimum tinggi menuju daerah dengan upah minimum rendah. Fenomena ini utamanya terjadi di Pulau Jawa.
"PHK di satu daerah, tetapi mungkin muncul kesempatan kerja di daerah lain," katanya.
5. Pengumuman DJP Soal Validasi Isian PPN Disetor di Muka & Prepopulated
DJP menyampaikan pengumuman tentang implementasi nasional validasi isian PPN disetor di muka dan prepopulated isian kompensasi kelebihan PPN dalam SPT Masa PPN pada aplikasi e-faktur.
Pengumuman tersebut disampaikan melalui PENG-18/PJ.09/2022 yang ditetapkan pada 2 November 2022 dan ditandatangani Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.
“Untuk meningkatkan pelayanan dan pengawasan kepada wajib pajak, DJP telah melakukan peremajaan aplikasi e-faktur client desktop sebagai bagian dari implementasi prepopulated Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN),” bunyi penggalan pengumuman itu. (sap)