Pekerja menjemur bahan olahan dari singkong yang dibuat menjadi tepung tapioka di Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menilai ketentuan mengenai batas peredaran bruto atau omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta akan mendorong pemulihan UMKM lebih berkembang.
DJP menyebut fasilitas omzet tidak kena pajak sebesar Rp500 juta per tahun berlaku pada wajib pajak orang pribadi UMKM. Kebijakan itu diharapkan dapat memberikan keadilan sekaligus memberi ruang bagi UMKM berkembang.
"Kebijakan ini adalah implementasi UU HPP untuk memberikan asas keadilan dan mendorong UMKM terus berkembang," bunyi keterangan pada video yang diunggah akun Instagram @ditjenpajakri, Senin (22/9/2022).
Dalam unggahan video tersebut, dikisahkan seorang pengusaha kedai kopi yang berupaya mempertahankan bisnisnya di tengah pandemi Covid-19. Dengan fasilitas omzet Rp500 juta tidak kena pajak, digambarkan bisnis tersebut akhirnya mampu bangkit dan meningkatkan penjualan kopi.
Pemerintah telah menerbitkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang di dalamnya turut mengubah ketentuan mengenai pajak penghasilan (PPh) mulai tahun pajak 2022.
Wajib pajak orang pribadi UMKM yang membayar pajak menggunakan skema PPh final UMKM akan mendapatkan fasilitas batas omzet tidak kena pajak senilai Rp500 juta. Melalui fasilitas itu, UMKM yang omzetnya hingga Rp500 juta dalam setahun tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.
Adapun jika UMKM tersebut memiliki omzet melebihi Rp500 juta, penghitungan pajaknya hanya dilakukan pada omzet yang di atas Rp500 juta.
Menurut DJP, ketentuan mengenai batas omzet tidak kena pajak menjadi bentuk keberpihakan pemerintah yang menguntungkan bagi kelompok UMKM.
Meski demikian, ketentuan berbeda akan berlaku apabila UMKM tersebut telah berbentuk badan. Dalam hal ini, wajib pajak badan UMKM tetap terutang PPh final 0,5% meskipun omzetnya belum melampaui Rp500 juta per tahun. (sap)