Ilustrasi. Kantor Pusat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC).
BANDUNG, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) kembali mendorong pelaku usaha kecil untuk turut memanfaatkan fasilitas kepabeanan.
Direktur Fasilitas Kepabeanan DJBC Untung Basuki mengatakan pemerintah telah menyediakan fasilitas kemudahan impor untuk tujuan ekspor (KITE) untuk meningkatkan minat industri kecil dan menengah (IKM) untuk memulai ekspor atau meningkatkan volume ekspor.
"Ini untuk KITE IKM,. Kami tidak hanya berpihak ke perusahaan yang besar, tetapi juga mendorong IKM," katanya dikutip pada Kamis (11/8/2022).
Hingga Juli 2022, baru 120 IKM yang memperoleh fasilitas KITE IKM. IKM tersebut terdiri atas 21 industri kecil, 98 industri menengah, dan 1 konsorsium KITE IKM yang dibentuk oleh gabungan IKM atau IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 sentra atau koperasi.
Jika diperinci berdasarkan sektor usahanya, fasilitas KITE IKM diberikan kepada 35 IKM furnitur, 27 IKM barang kerajinan, dan 19 IKM produsen tekstil, pakaian jadi dan aksesoris.
Selain itu, ada 13 IKM rambut palsu dan bulu mata palsu, 7 IKM olahan makanan dan minuman, serta 18 IKM yang memproduksi barang lainnya.
Keberadaan perusahaan yang memperoleh fasilitas KITE IKM kebanyakan berada di Pulau Jawa. Sebanyak 56 perusahaan penerima fasilitas KITE berada di Jawa Tengah, 19 di Jawa Barat, 17 di Bali, dan 16 di Yogyakarta.
Sisanya, berada di Provinsi Banten, Jawa Timur, Sumatera Utara, Jakarta, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
"Kami tidak pernah mengenal lelah dukung UMKM, apalagi di tengah kondisi seperti ini," ujar Untung.
Melalui PMK 110/2019, pemerintah mengatur pemberian fasilitas KITE IKM. Fasilitas tersebut berupa pembebasan bea masuk dan PPN/PPnBM tidak dipungut yang diberikan untuk IKM yang melakukan pengolahan, perakitan, atau pemasangan bahan baku yang hasil produksinya untuk diekspor.
Kriteria utama fasilitas KITE IKM, yaitu industri kecil atau industri menengah. Industri kecil berarti nilai investasinya sampai dengan Rp1 miliar atau kekayaan bersih Rp50 hingga Rp500 juta atau hasil penjualan Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.
Sementara itu, industri menengah yakni memiliki nilai investasi Rp1 hingga Rp15 miliar atau kekayaan bersih Rp500 juta hingga Rp10 miliar atau hasil penjualannya Rp2,5 hingga Rp50 miliar.
Kriteria lainnya, ialah memiliki usaha ekonomi produktif yang melakukan kegiatan olah rakit pasang, memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi untuk minimal selama 2 tahun, bersedia dan mampu mendayagunakan sistem aplikasi (modul) kepabeanan. serta bertanggung jawab dalam hal terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan. (rig)