Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo. (foto: Munchen/nvl/dpr.go.id)
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi XI DPR Andreas Eddy Susetyo meminta Kementerian Keuangan untuk memperbaiki strategi komunikasi publik atas kebijakan penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menurut Andreas, narasi kebijakan integrasi NIK dan NPWP dari pemerintah masih bersifat teknis. Pemerintah seharusnya turut menceritakan kepada publik mengenai manfaat dari integrasi NIK dengan NPWP tersebut.
"Kami usulkan strategi komunikasi NIK jadi NPWP itu seharusnya juga dikaitkan dengan fasilitas mereka untuk mendapatkan jaminan sosial," katanya, dikutip pada Kamis (4/8/2022).
Andreas mencontohkan masyarakat AS perlu memiliki single identification number (SIN) agar bisa mengakses beragam fasilitas yang ditawarkan pemerintah. Dengan cara tersebut, masyarakat menjadi lebih memahami hak dan kewajibannya.
"Jadi, ada kaitan antara bagaimana mereka memenuhi kebutuhan membayar pajak sebagai kewajiban tapi juga memperoleh haknya," ujarnya.
Andreas memandang komunikasi kebijakan pajak seharusnya tak hanya ditujukan kepada kelompok-kelompok yang berkepentingan saja, tetapi juga UMKM sampai dengan masyarakat kecil.
Tanpa komunikasi menyeluruh yang menyasar seluruh lapisan masyarakat, lanjutnya, pemahaman masyarakat terhadap kebijakan perpajakan akan terus terdistorsi.
"Yang terjadi seperti di daerah pemilihan saya. Karena digoreng sedemikian rupa bahkan ibu-ibu yang punya simpanan di koperasi juga harus bayar pajak. Seolah-olah seperti itu," tuturnya.
Untuk diketahui, NIK mulai digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi terhitung sejak 14 Juli 2022.
Wajib pajak masih dapat menggunakan NIK dan NPWP format lama untuk urusan administrasi perpajakan hingga 31 Desember 2023. NIK bakal secara penuh menggantikan NPWP mulai 1 Januari 2024. (rig)