Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Masyarakat perlu lebih berhati-hati saat melakukan belanja secara online atau daring. Peringatan yang disampaikan oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) ini menjadi topik paling hangat yang diperbincangkan netizen selama sepekan terakhir.Â
Ada data menarik yang dikumpulkan oleh contact center Bea Cukai. Ternyata, belanja online menjadi modus yang paling sering digunakan oleh pelaku penipuan mengatasnamakan DJBC.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana mewanti-wanti masyarakat agar waspada atas online shop yang menawarkan barang dengan harga murah atau di bawah pasaran.Â
"Karena setelah transaksi, biasanya pelaku akan berkelit meminta uang tambahan dengan alasan barang ditahan Bea Cukai,” ujarnya, dikutip dari dokumen APBN Kita April 2022.
Sepanjang Februari 2022, tercatat ada 271 kasus penipuan yang dilaporkan. Jumkah kasus tersebut mengalami peningkatan 82% apabila dibandingkan dengan jumlah pada bulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 149 kasus penipuan.
Hatta mengatakan calon korban pada umumnya diancam oleh penipu untuk segera mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi. Hal ini merupakan penipuan, terlebih jika barang tersebut diperjualbelikan di dalam negeri.
Artikel lengkapnya, baca Bea Cukai Minta Masyarakat Hati-Hati Belanja Online, Ada Apa?
Selain tentang kepabeanan dan cukai, topik tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS) juga jadi perhatian warganet. Wajar saja, periode pelaksanaan PPS memang tersisa tak sampai 1,5 bulan hingga 30 Juni 2022 mendatang.Â
Dengan sisa waktu yang tidak lama, Ditjen Pajak (DJP) makin intensif mengingatkan wajib pajak agar memanfaatkan PPS.Â
“Ayo ungkapkan apa yang belum, yang tercecer, yang kelupaan, atau yang kemarin belum paham, sehingga setelah 30 Juni berakhirnya masa PPS ini kita semua tenang,” ajak Kepala Kanwil DJP Jawa Timur II Agustin Vita Avantin.
Menurutnya, jika ada data yang ditemukan setelah masa PPS berakhir, sesuai dengan aturan yang berlaku akan dikenakan denda/sanksi yang lebih berat lagi. Sementara untuk wajib pajak yang sudah mengikuti PPS, terhadap harta yang sudah diikutkan atau diungkap tidak akan diperiksa lagi.
Artikel lengkap, baca Harta Wajib Pajak yang Diikutkan dalam PPS Tidak Diperiksa Lagi.
Selain kedua topik di atas, masih ada sejumlah berita DDTCNews yang juga ramai dibaca netizen. Berikut adalah 5 artikel DDTCNews terpopuler selama periode 16-20 Mei 2022:
1. Terima Permohonan Penghapusan NPWP, Petugas Datangi Alamat Wajib Pajak
KPP Pratama Bontang mendatangi alamat wajib pajak guna menindaklanjuti permohonan penghapusan NPWP.
Pelaksana Seksi Pemeriksaan, Penilaian, dan Penagihan KPP Pratama Bontang Robby Maleakhi Tampubulon mengatakan kunjungan tersebut bertujuan untuk memastikan wajib pajak memenuhi persyaratan untuk dilakukan penghapusan NPWP.
“KPP Pratama Bontang sebelumnya telah menerima permohonan penghapusan NPWP atas nama wajib pajak yang telah meninggal dunia yang disampaikan oleh istri sekaligus ahli waris dari wajib pajak," katanya dikutip dari laman resmi DJP.
Tim dari KPP kemudian bertemu langsung dengan isteri sekaligus ahli waris wajib pajak. Dalam kesempatan tersebut, tim menanyakan informasi kepada ahli waris wajib pajak terkait pemenuhan persyaratan penghapusan NPWP.
Dalam hal wajib pajak telah meninggal dunia, lanjut Robby, ahli waris wajib pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan NPWP dengan melampirkan dokumen pendukung. Kemudian, permohonan ditindaklanjuti KPP.
2. Tren Berlanjut, Utang Luar Negeri Indonesia Turun ke Rp6.060 Triliun
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I/2022 senilai US$411,5 miliar atau sekitar Rp6.060 triliun.
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan posisi ULN tersebut turun 1,1% lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada kuartal sebelumnya sebesar 0,3%. BI menilai kondisi itu disebabkan penurunan ULN oleh sektor publik dan swasta.
"Perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan posisi ULN sektor publik [pemerintah dan bank sentral] dan sektor swasta," katanya.
3. Posting SPT Masa PPh Unifikasi Butuh Waktu Lama, Begini Penjelasan DJP
DJP menerima sejumlah pertanyaan dari wajib pajak yang mengalami kendala ketika menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) unifikasi.
DJP menyatakan terdapat sejumlah tahapan yang perlu dilakukan untuk menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi. Menurut DJP, wajib pajak perlu menunggu apabila pada proses penyiapan SPT tertulis status Sedang Proses Posting karena hal itu menandakan masih dalam antrean sistem.
"Mohon ditunggu sampai status berubah menjadi Draft kemudian klik Kirim SPT pada menu aksi," tulis DJP melalui akun Twitter @kring_pajak.
Sembari menunggu proses penyiapan SPT Masa PPh unifikasi, DJP juga menyarankan wajib pajak melakukan sejumlah langkah agar proses posting lebih cepat. Apa saja? Klik judul di atas.Â
4. Hadapi Petugas Pajak Lakukan Kunjungan, Ini yang Perlu Dipahami WP
DJP memiliki kewenangan untuk melakukan kunjungan kepada wajib pajak guna melaksanakan penelitian atas pemenuhan kewajiban formal, penelitian kepatuhan material, dan permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (P2DK).
Dalam pelaksanaannya, pegawai kantor pelayanan pajak (KPP) yang melaksanakan kunjungan harus melengkapi diri dengan tanda pengenal, surat tugas, dan dokumen-dokumen lainnya yang memang relevan.
"Pegawai KPP yang melaksanakan kunjungan menunjukkan tanda pengenal dan surat tugas kunjungan, serta menjelaskan tujuan kunjungan kepada wajib pajak," bunyi Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022.
5. Ini Faktur Pajak PKP Pedagang Eceran Transaksi dengan Konsumen Akhir
DJP mengingatkan lagi beberapa wujud faktur pajak yang dapat dibuat pengusaha kena pajak (PKP) pedagang eceran.
Sesuai dengan PER-03/PJ/2022, PKP pedagang eceran tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) kepada pembeli BKP dan/atau penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir.
“Apabila PKP termasuk dalam definisi PKP pedagang eceran dan transaksinya memang ke konsumen akhir maka dapat membuat faktur pajak dalam bentuk bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis,” cuit akun Twitter @kring_pajak, merespons pertanyaan warganet. (sap)