Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam dan Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Talk Show Memaknai Kebijakan Baru PPN.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo mengajak masyarakat untuk melihat kebijakan perpajakan secara luas, tidak semata-mata dari kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang baru saja berlaku.
Menurut Suryo, UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menawarkan paket kebijakan pajak yang berkeadilan. Secara sederhana, kenaikan tarif PPN juga dikompensasi dengan kebijakan-kebijakan lain yang diatur dalam UU HPP.
Misalnya, pelonggaran tarif PPh orang pribadi 5% yang kini berlaku atas penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta, dari sebelumnya Rp50 juta. Kemudian, berlakunya omzet tidak kena pajak sampai dengan Rp500 juta bagi wajib pajak orang pribadi UMKM.
Kebijakan yang tertuang terkait PPh tersebut, ujar Suryo, memberikan ruang bagi wajib pajak untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Artinya, tarif PPN yang naik sejalan dengan dorongan terhadap konsumsi rumah tangga.
"Apakah [kenaikan PPN] memberatkan? Kenaikan PPN jangan dilihat semata-mata PPN saja. Coba dilihat PPh. UU [HPP] kan tujuannya menghadirkan keadilan. Yang penghasilannya banyak, bayarnya lebih banyak. Yang penghasilan sedikit, bayarnya sedikit. Yang bayarnya kurang, pemerintah hadir memberikan perlindungan," ujar Suryo dalam Talk Show Memaknai Kebijakan Baru PPN, Selasa (5/4/2022).
Selain itu, Suryo juga menekankan bahwa pemerintah masih memberikan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa tertentu. Artinya, kendati ada barang dan jasa yang dikeluarkan dari daftar pengecualian PPN, namun terhadapnya masih diberikan pembebasan. Langkah ini diambil dengan menimbang pemulihan ekonomi yang masih berlangsung saat ini.
"Jangan lupa juga bahwa barang dan jasa yang kita perlukan, kita tetap secure mereka. In terms of PPN masih ada loh pemerintah meletakkan barang dan jasa tertentu kita tidak kenakan PPN," kata Suryo.
Pemerintah, Suryo menambahkan, juga akan mengevaluasi kebijakan PPN ini secara berkesinambungan. Guna memudahkan wajib pajak, UU HPP juga memberikan skema PPN final untuk menekan biaya administrasi.
Sementara itu, Ketua Umum ATPETSI/Pemimpin Umum DDTCNews Darussalam menilai penciptaan keadilan dalam konteks PPN memang tidak mudah. Alasannya, pada dasarnya konsep PPN sebagai pajak atas konsumsi memang dikenakan tanpa melihat kemampuan siapa yang mengonsumsinya.
"Ini jelas berbeda dengan pengenaan pajak penghasilan (PPh) yang memperhatikan kemampuan dari pihak yang dikenakan pajak," kata Darussalam.
Namun, Darussalam memberi catatan, keadilan bagi masyarakat terkait pengenaan PPN masih bisa diupayakan melalui sejumlah opsi. Kemudahan tetap diberikan bagi wajib pajak yang omzet usahanya di bawah batasan tertentu dan yang menyerahkan barang kena pajak tertentu.
"Ini terkait dengan PPN final tadi. Karena problem besar di PPN ini masalah tidak gampangnya mengadiministrasikannya," kata Darussalam.
Darussalam juga menggarisbawahi bahwa pemerintah cukup berani mengambil kebijakan kenaikan tarif PPN dengan tetap memberikan sejumlah treatment khusus seperti pemberian fasilitas pembebasan PPN terhadap sejumlah barang dan jasa. Selain itu, ada mekanisme PPN final untuk menekan biaya administrasi. (sap)