TALK SHOW PPS DDTCNEWS-DITJEN PAJAK

Masih Ada 3 Bulan, Dirjen Pajak Ajak Wajib Pajak Tak Ragu Ikut PPS

Redaksi DDTCNews
Selasa, 22 Maret 2022 | 11.05 WIB
Masih Ada 3 Bulan, Dirjen Pajak Ajak Wajib Pajak Tak Ragu Ikut PPS

Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Talk show PPS hasil kolaborasi DDTCNews dan Ditjen Pajak (DJP) bertajuk Mengikis Keraguan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Pajak Suryo Utomo mengajak wajib pajak menepis keraguan untuk mengikuti program pengungkapan sukarela (PPS). Suryo menyampaikan PPS menjadi kesempatan bagi wajib pajak yang belum sepenuhnya menyampaikan hartanya secara benar dan lengkap.

Masih ada kesempatan selama 3 bulan, hingga batas waktu 30 Juni 2022, bagi wajib pajak untuk mengungkapkan hartanya melalui PPS. Pada nyaris 3 bulan pertama penyelenggaraan PPS, yakni sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 21 Maret 2022, tercatat sudah lebih dari 25.000 wajib pajak mengikuti PPS. 

"Sekarang kita sudah memiliki akses informasi terhadap aset keuangan terhadap beberapa negara di dunia, juga di Indonesia. PPS ini memberi kesempatan kepada wajib pajak, yuk bareng-bareng lah. Negara butuh sesuatu yang sustain," ujar Suryo dalam Talk show PPS bertajuk Mengikis Keraguan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Senin (22/3/2022).

Dalam acara yang digelar atas kolaborasi DDTCNews dan Ditjen Pajak tersebut, Suryo menekankan bahwa PPS sepenuhnya berbeda dengan program pengampunan pajak (Tax Amnesty) yang digelar pada 2016-2017 lalu. PPS, ujarnya, digelar dengan dukungan akses keuangan tidak terbatas yang kini dimiliki oleh pemerintah melalui kesepakatan Auotamic Exchange of Information (AEOI) dengan banyak negara lain.

Dengan demikian, PPS menjadi kesempatan yang baik bagi wajib pajak untuk mengungkapkan hartanya secara sukarela sebelum nantinya otoritas memiliki kapasitas untuk menegakkan kepatuhan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku umum.

"Jadi PPS dan Tax Amnesty berbeda enggak? Ya beda. Situasinya beda, tarifnya beda, dan masa waktunya berbeda," kata Suryo.

Perbedaan PPS dengan Tax Amnesty bisa dilihat dari pengenaan tarif PPh-nya. Peserta PPS dikenakan tarif PPh final yang bersifat tetap alias tidak mengalami kenaikan sepanjang periode pelaksanaan PPS.

Hal ini berbeda dengan Tax Amnesty pada 2016. Saat itu, tarif PPh final bagi peserta pengampunan pajak dibedakan berdasarkan periodenya.

Suryo menambahkan, PPS tidak sekadar menjadi jurus pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Ditinjau dari aspek makroekonomi, PPS ikut mengambil peran dalam mendorong pembangunan melalui aliran repatriasi modal dan dukungan investasi.

Kemudian, PPS juga menunjang konsolidasi fiskal dengan tujuan jangka panjang membuat APBN lebih kuat melalui normalisasi defisit. Peningkatan kepatuhan juga berimplikasi pada perbaikan tax ratio pada tahun-tahun mendatang.

"PPS membawa semangat untuk memperbaiki kepatuhan pajak melalui reformasi yang sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. PPS memberi kesempatan bagi wajib pajak sebelum adanya penegakan hukum yang berbasis data," ujar Suryo.

Suryo memastikan teknis keikutsertaan PPS sangat mudah. Wajib pajak tidak perlu mendatangi KPP, hanya perlu mengisi formulir via online. "Tinggal klik, bayar, submit, selesai," kata Suryo.

Sesuai dengan ketentuan dalam UU HPP, program ini dibagi menjadi 2 skema kebijakan. Skema pertama untuk wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty atas harta perolehan pada 1 Januari 1985 hingga 31 Desember 2015.

Sementara skema kedua untuk wajib pajak orang pribadi dengan deklarasi harta perolehan 2016—2020. Ulasan mengenai ketentuan umum PPS dalam UU HPP juga dapat dilihat dalam artikel ‘Perincian Ketentuan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak UU HPP’. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.