Warga mengisi bahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan mereka di SPBU Pertamina, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/1/2022). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
JAKARTA, DDTCNews - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto menilai konflik antara Rusia dan Ukraina berpeluang menimbulkan implikasi bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Dia menyebutkan konflik ini menjadi biang kerok meroketnya harga minyak dan sumber energi lainnya.
Alasannya, ujar Sugeng, Rusia merupakan penyumbang minyak dunia terbesar di luar anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC). Hampir 30% persediaan minyak dunia dipasok oleh Rusia.
“Belum lagi, berbagai proyek kerja sama di bidang energi antara Rusia dan Indonesia. Akibat konflik tersebut, [negara] Barat melakukan banned produk Rusia. Hal ini mungkin saja ikut terkena imbas. Salah satunya proyek Pertamina Rosneft di Tuban, Jawa Timur,” kata Sugeng dalam keterangannya, dikutip Sabtu (12/3/2022).
Dia mencatat saat ini harga gas bumi di kisaran US$775 per metrik ton dan harga minyak dunia sekitar US$130 per barel. Dampak di dalam negeri, Sugeng mewanti-wanti, Pertamina akan menaikan harga BBM non-subsidi.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan juga mengingatkan konflik Rusia-Ukraina dapat memicu kenaikkan tarif listrik.
Sebab Heri bilang pembangkit listrik di Indonesia mayoritas masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Masalahnya, konflik Rusia-Ukraina telah memicu kenaikkan Indonesian crude price (ICP).
“Sejatinya kenaikan minyak dunia juga akan mengerek harga minyak mentah ICP. Saat ini minyak mentah dunia telah melewati batas US$100 per barel. Padahal dalam APBN harga ICP hanya dipatok US$ 63 per barel. Artinya, ada selisih US$ 37 per barrel,” kata Heri dalam keterangannya dikutip, Selasa (8/3/2022).
Alhasil, Heri menghitung setiap kenaikkan harga minyak sebesar US$1 per barel, maka berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp295 miliar. (sap)