Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh kembali mengingatkan potensi bahaya dari mengunggah foto dokumen kependudukan di berbagai platform digital, terutama yang disertai swafoto atau foto selfie.
Zudan mengatakan masyarakat perlu berhati-hati dengan maraknya tren mengunggah dokumen kependudukan di era perkembangan teknologi. Menurutnya, foto selfie dengan dokumen KTP elektronik sangat sangat rentan terhadap tindakan fraud, penipuan, dan kejahatan oleh ‘pemulung data’ atau pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
"Karena data kependudukan dapat dijual kembali di pasar underground atau digunakan dalam transaksi ekonomi online seperti pinjaman online," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (18/1/2022).
Zudan memberikan peringatan tersebut untuk menanggapi maraknya fenomena bisnis digital melalui non-fungible token (NFT) dengan menjual foto selfie, yang diawali oleh Ghozali Everyday di situs OpenSea. Tren NFT kemudian berkembang hingga memperdagangkan foto dokumen kependudukan yang disertai selfie seharga belasan juta rupiah.
Menurutnya, terdapat hal penting yang juga perlu disikapi masyarakat secara bijak dalam era ekonomi baru yang serbadigital. Salah satunya mengenai fenomena orang menjual foto dokumen kependudukan, seperti e-KTP, kartu keluarga, dan akta kelahiran.
"Ketidakpahaman penduduk tentang pentingnya perlindungan data diri dan pribadi menjadi isu krusial yang harus disikapi bersama-sama oleh semua pihak," ujarnya.
Zudan kemudian mengimbau masyarakat lebih selektif dalam memilih pihak-pihak, seperti lembaga keuangan, yang terverifikasi dan memberikan jaminan kepastian kerahasiaan data diri. Pasalnya, masih banyak lembaga keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan, yang sudah terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetapi mensyaratkan nasabahnya mengunggah foto e-KTP dan foto selfie untuk kepentingan verifikasi dan validasi.
Dia menambahkan Pasal 96 dan Pasal 96A UU 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan juga telah mengatur sanksi tegas kepada pihak yang mendistribusikan dokumen kependudukan di media online tanpa hak, termasuk si pemilik dokumen itu sendiri.
"Terdapat ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar," imbuhnya. (sap)