Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menetapkan batas minimum nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) atas pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Merujuk pada Pasal 46 ayat (5) UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), NPOPTKP yang bisa ditetapkan pemerintah daerah paling sedikit Rp80 juta dari sebelumnya senilai Rp60 juta.
"Besarnya NPOPTKP ditetapkan paling sedikit sebesar Rp80 juta untuk perolehan hak pertama wajib pajak di wilayah daerah tempat terutangnya BPHTB," bunyi Pasal 46 ayat (5) UU HKPD, dikutip pada Jumat (24/12/2021).
UU HKPD juga menegaskan NPOPTKP hanya bisa digunakan untuk perolehan hak pertama wajib pajak di wilayah daerah tempat terutangnya BPHTB.
Dengan demikian, NPOPTKP minimal Rp80 juta tidak dapat digunakan untuk menghitung BPHTB perolehan hak kedua dan seterusnya. Penegasan pada Pasal 46 ayat (5) dimaksudkan agar tidak ada multitafsir atas penerapan NPOPTKP di daerah.
Pada Pasal 46 ayat (8) UU HKPD, pemda diberi kewenangan menetapkan NPOPTKP di daerahnya masing-masing melalui perda. Khusus untuk hak perolehan tanah dan bangunan karena hibah wasiat atau waris yang diterima oleh orang pribadi dalam hubungan keluarga, NPOPTKP ditetapkan paling sedikit senilai Rp300 juta.
Nilai NPOPTKP khusus atas hibah dan waris tersebut masih setara dengan nilai yang terdapat pada UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Namun, kali ini pemda diberi kewenangan untuk menetapkan NPOPTKP yang lebih tinggi atas perolehan hak karena hibah wasiat atau waris tertentu.
Hibah wasiat dan waris tertentu adalah wasiat dan waris yang berlaku pada kebudayaan di daerah tertentu yang tidak memungkinkan tanah untuk dijual atau diwariskan kembali.
Mengenai tarif, UU HKPD menetapkan batas maksimal tarif BPHTB tetap sebesar 5%, masih sama dengan tarif maksimal yang diatur pada UU PDRD. (rig)